Rabu, 19 Juni 2019 01:08

Prinsip jual beli tanah dan bangunan

Hukum

Memiliki tanah dan bangunan adalah impian semua orang untuk digunakan pribadi maupun kebutuhan investasi jangka panjang. Untuk menghindari kesalahan dalam proses jual beli, ada baiknya kita mengetahui bagaimana sebenarnya prinsip jual beli itu berlangsung.

Menurut Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), jual beli adalah proses yang dapat menjadi bukti adanya peralihan hak dari penjual kepada pembeli. Prinsip dasarnya adalah terang dan tunai, yaitu transaksi dilakukan di hadapan pejabat umum yang berwenang dan dibayarkan secara tunai. Ini artinya jika harga yang dibayarkan tidak lunas maka proses jual beli belum dapat dilakukan.

Dalam hal ini pejabat umum yang berwenang adalah PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) diangkat oleh kepala Badan Pertanahan Nasional RI. Kewenangannya untuk membuat akta-akta tertentu, seperti Akta Jual Beli, Tukar Menukar, Hibah, Pemberian Hak Bangunan atas Tanah Hak Milik, Pemberian Hak Tanggungan, Pemasukan ke dalam Perusahaan, Pembagian Hak Bersama dan Pemberian Hak Pakai atas Tanah Hak Milik.

Sebelum melakukan proses jual beli, penjual maupun pembeli harus memastikan bahwa tanah tersebut tidak sedang dalam sengketa atau tanggungan di Bank. Jika tanah tersebut sedang dalam permasalahan maka PPAT dapat menolak pembuatan Akta Jual Beli yang diajukan.

Proses transaksi jual beli membutuhkan data-data sebagai persyaratan yaitu:

1. Data Penjual
Fotokopi KTP (apabila sudah menikah maka fotokopi KTP Suami dan Istri);
Kartu Keluarga (KK);
Surat Nikah (jika sudah nikah);
Asli Sertifikat Hak Atas Tanah yang akan dijual meliputi (Sertifikat Hak Milik, Sertifikat Hak Guna Bangunan, Sertifikat Hak Guna Usaha, Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun). Selain 4 jenis sertifikat tersebut, bukan Akta PPAT yang digunakan, melainkan Akta Notaris;
Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 5 tahun terakhir;
NPWP;

Fotokopi Surat Keterangan WNI atau ganti nama, bila ada untuk WNI keturunan;
Surat bukti persetujuan suami istri (bagi yang sudah berkeluarga);
Jika suami/istri penjual sudah meninggal maka yang harus dibawa adalah akta kematian;

Jika suami istri telah bercerai, yang harus dibawa adalah Surat Penetapan dan Akta Pembagian Harta Bersama yang menyatakan tanah/bangunan adalah hak dari penjual dari pengadilan.

2. Data Pembeli
Fotokopi KTP (apabila sudah menikah maka fotokopi KTP suami dan Istri);
Kartu Keluarga (KK);
Surat Nikah (jika sudah nikah);
NPWP.

Selanjutnya Proses Pembuatan AJB di Kantor PPAT sebelum membuat AJB, PPAT akan melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertifikat ke kantor Pertanahan. Penjual harus membayar pajak penghasilan (PPh, sedangkan pembeli diharuskan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dengan ketentuan sesuai dengan arahan dan petunjuk PPAT.

favorite 0 likes

question_answer 0 Updates

visibility 613 Views

Update
No Update Available
Related News
Lakukan penambangan liar, dua warga ditangkap polisi
55 Bandar Narkoba dipindahkan ke Lapas Super Maximum Security Nusakambangan
Jelang Pergantian Tahun Baru 2021-2022 Sat Res Narkoba Polres Kendal Optimalkan Patroli Malam
×