Kamis, 21 November 2019 22:31

Membahas TB resisten obat bersama dr Martha Ratnawati dari PDPI Jateng

Kesehatan

TB MDR atau Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR TB) adalah tuberkulosis (TB) yang resisten terhadap manfaat dua obat anti tuberkulosis yang paling kuat, yaitu isoniazid dan rifampisin. Di tahun 2015, data dari Depkes RI menunjukkan ada sekitar 15 ribu penderita TB yang dicurigai resisten dengan pengobatan dan sekitar 1.800 di antaranya terkonfirmasi menderita TB MDR.

Penanganan tidak tepat atau penularan tuberkulosis dari seseorang ke orang lain bisa memicu bakteri penyebab tuberkulosis untuk mengembangkan daya tahan terhadap obat anti mikroba yang dikonsumsi, atau dikenal juga dengan kondisi TB MDR.

Ada berbagai faktor yang bisa menyebabkan berkembangnya resistensi kuman penyebab tuberkulosis menjadi TB MDR, seperti:

Seorang penderita TB tidak menyelesaikan pengobatan hingga tuntas.
Pemberian obat yang salah, meliputi jenis obat, dosis, dan lama pengobatan TB.
Kualitas obat yang buruk.
Kurangnya ketersediaan obat TB.

TB MDR juga lebih berisiko terjadi kembali pada seseorang yang sebelumnya pernah terkena TB, memiliki kelemahan sistem kekebalan tubuh, kontak dengan penderita TB MDR, dan seorang yang berasal dari daerah dengan kasus TB resisten obat yang tinggi. Pengendalian kasus TB MDR di Indonesia dimulai dari penemuan kasus terduga TB resisten obat. Seseorang termasuk kriteria terduga TB resisten obat jika:

Penderita TB gagal pengobatan
Kuman TB masih positif setelah 3 bulan pengobatan
Penderita TB yang kembali berobat setelah lalai berobat (loss to follow-up)
Penderita TB dengan HIV yang tidak menunjukkan respons dengan pengobatan TB

Jika mendapati kondisi di atas, Anda perlu segera ke dokter untuk mendapat pemeriksaan lanjutan. Setelah dokter melakukan pemeriksaan dan dipastikan terdapat TB MDR, maka Anda perlu segera memulai pengobatan. Lama pengobatan dapat berkisar antara 19 – 24 bulan.

Durasi pengobatan ini bisa berubah pada kasus TB MDR yang berbeda, seperti pada TB MDR tanpa komplikasi atau pada TB MDR yang belum mendapatkan pengobatan lini kedua. Untuk kedua kasus tersebut, Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan program pengobatan yang lebih singkat, yaitu 9-12 bulan. Gejala TB umumnya akan membaik dalam beberapa bulan setelah pengobatan. Penderita TB MDR juga perlu mendapat evaluasi dan pemantauan ketat selama pengobatan.

Tenaga medis pun harus mengikuti semua langkah penanganan TB yang direkomendasikan, memastikan penderita yang diduga TB segera didiagnosis, dan mendapatkan panduan perawatan yang benar. Guna mencegah TB MDR, pemerintah mendorong seluruh pemberi pelayanan TB di semua fasilitas kesehatan untuk memberikan pelayanan TB sesuai standar dan berkualitas. Pemerintah juga mendorong pemberi pelayanan TB untuk meningkatkan kewaspadaan melalui penemuan kasus secara dini.

favorite 0 likes

question_answer 0 Updates

visibility 523 Views

Update
No Update Available
Related News
Selain artemisinin, masih banyak hadiah Tiongkok untuk dunia
Peng Liyuan berpidato di depan konferensi virtual Hari Tuberkulosis Sedunia 2022
Sambangi warganya, Polres Kepulauan Seribu bagikan masker gratis
×