Sabtu, 06 Juni 2020 23:58

Kenapa sejumlah pemimpin barat tidak mau komentari tragedi diskriminasi ras di AS

Luar Negeri

Protes akibat tewasnya George Floyd, seorang warga Amerika Serikat (AS) keturunan Afrika sedang merebak di seluruh AS. Pada saat masyarakat internasional bersama-sama mengecam penyakit kronis diskriminasi ras di AS itu, sejumlah pemimpin negara-negara Barat yang selalu suka mengungkit “demokrasi” dan “HAM” itu kali ini malah bungkam dan tidak mau mengomentari hal itu.

Baru-baru ini, Perdana Menteri Kanada Justrin Trudeau ditanyakan apa sikapnya atas “pemimpin AS mengancam akan melawan pemrotes di dalam negerinya dengan kekuatan militer”, ia kelihatan canggung dan diam 22 detik, dan akhirnya tidak menjawab pertanyaan itu.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada seminggu sesudah peristiwa George Floyd baru memberikan komentarnya secara tidak langsung, ia mengatakan “tiada tanahnya di Inggris bagi rasisme dan kekerasan rasis”.

Sementara itu, Perdana Menteri Australia Scott Morrison juga mulai main Tai Chi mengenai masalah diskriminasi ras di AS, sehingga Pemimpin Partai The Australian Greens Adam Bandt mendesak Scott Morrison menanggapi “penampilan buruk” pemerintah AS itu.
Justru seperti komentar Sky News Australia pada hari Kamis lalu ($/6), “jika pemimpin negara lain mengusir pengunjuk rasa damai dengan gas air mata atau mengancam akan menggunakan kekuatan militer, jadi pemimpin negara lain pasti akan memberi komentar.” Namun, sejumlah pemimpin negara Barat malah membuta-tuli atas tindakan pemimpin AS yang sangat mengejutkan itu. Itu sangat kontras dengan kebiasaan mereka yang suka membicarakan masalah negara lain dengan panjang lebar.
Sebenarnya, sejumlah negara sudah terbiasa mengikuti AS, tidak berani dan juga tidak biasa melontarkan kata-kata yang keras.

Lama-kelamaan, diam saja sudah menjadi pilihan terpaksa bagi sejumlah politikus Barat, apalagi di sejumlah negara Barat itu juga terdapat masalah diskriminasi ras yang relatif parah, bahkan sejumlah politikus justru adalah pendukung supremasi orang kulit putih. Sikap samar-samar dengan tidak mau mengomentari penyakit kronis rasisme itu justru memperlihatkan ketakutan dan kegelisahan mereka.

Meninjau kembali sejarahnya, negara-negara Barat utama memiliki sejarah gelap pelaksanaan kolonisme pada tahap awal kapitalisme, itulah sebab utama munculnya masalah diskriminasi ras di dunia. Sekarang ini, di Inggris, Australia, Kanada dan negara-negara Barat lain, ketidakadilan terhadap orang kulit berwarna dan etnis minoritas sering dilaporkan media oleh karena sebab yang rumit termasuk sistem sosial dan diferensiasi kekayaan, tidak “kalah” daripada di AS.

Terus terang, diskriminasi ras adalah bekas luka masyarakat AS juga rasa malu bersama negara-negara Barat. Komisioner HAM PBB Michelle Bachelet dalam pernyataannya menunjukkan, “rasisme struktural” dan “kepincangan yang mencolok” itu merupakan inti terjadinya protes besar-besaran. Sekaranglah waktunya untuk melakukan “reformasi mendalam dan jangka panjang”.

favorite 0 likes

question_answer 0 Updates

visibility 142 Views

Update
No Update Available
Related News
Tiongkok percepat pembentukan Jaringan Transportasi Komprehensif Tiga Dimensi
Meningkatkan pelestarian bersama ekologi di Delta Sungai Yangtze
Anggota RCEP aktif berpartisipasi dalam CICPE
×