Senin, 08 Juni 2020 22:01

`Keadilan Warna Putih` jadi tumor AS

Unjuk Rasa

Pada 5 Juni lalu waktu setempat, sebuah jalan di seberangan Gedung Putih, Washington DC, AS diubah namanya menjadi “Black Lives Matter”. Wali kota Washington Muriel Bowser menginstruksikan bahwa mengecat huruf “Black Lives Matter ” dengan warga kuning muda di permukaan jalan demi menyatakan dukungan kepada aktivitas HAM masyarakat keturunan Afrika.

Sejak 25 Mei lalu, George Floyd tewas akibat kekerasan petugas polisi di Kota Minneapolis, masyarakat AS telah melakukan kegiatan berkabung dengan cara yang berbeda.

Pada 4 Juni lalu, sanak keluarga Floyd serta ratusan warga yang ikut berduka cita berkumpul di Northcentral University (NCU) di Minneapolis. Negara bagian North Carolina, tempat kelahiran Floyd juga telah menyelenggarakan kegiatan belasungkawa pada Sabtu lalu (6/6). Kemudian jenazah Floyd akan dipulangkan ke Huston, tempat tinggal Floyd dan akan diselenggarakan penghormatan terakhir di sebuah gereja hari ini dan esok harinya diresmikan penguburan.

Selain menyatakan rasa duka cita, beberapa hari lalu masyarakat di berbagai tempat AS turut melakukan protes atas kekerasan polisi dan ketidaksetaraan sosial ras, sementara itu juga berpikir kembali masalah-masalah diskriminasi ras dan kekerasan polisi yang sudah berlangsung dalam waktu lama di AS. Masalah masyarakat keturunan Afrika di AS mengalami perlakuan ketidaksetaraan semakin menonjol, dan berbagai data dan bukti kekerasan polisi kepada keturunan Afrika juga semakin banyak diungkapkan.

Data Pertama: Kamu Keturunan Afrika Selalu Merupakan Korban Dalam Jumlah Terbesar oleh Kekerasan Polisi

Dikabarkan New York Times, 60% korban kekerasan polisi setempat Minneapolis adalah keturunan Afrika meskipun jumlah populasi keturunan Afrika di Minneapolis kurang dari 20%. Sejak 2015, pihak kepolisian Minneapolis sudah mencatat 11.500 perkara kekerasan polisi, di antaranya setidaknya 6650 perkara ditujukan kepada keturunan Afrika.

Sementara itu masyarakat kulit putih yang berpopulasi sekitar 60% dalam jumlah total populasi Minneapolis hanya dilanda 2750 perkara di antaranya.

Ditunjukkan dalam laporan tersebut bahwa, dalam waktu 5 tahun yang lalu, tingkat penggunaan kekerasan polisi Minneapolis kepada keturunan Afrika merupakan 7 kali lipat dibandingkan warga kulit putih. Sementara itu data juga menunjukkan bahwa sejak 2015 frekuensi pihak kepolisian Minneapolis melakukan penembakan atau menggunakan kekerasan di kawasan penginapan keturunan Afrika dengan nyata lebih tinggi daripada daerah lain.

Situs web Komentator Warta Berita AS Vox melaporkan, hubungan ketegangan antara polisi dan komunitas keturunan Afrika di Minneapolis tidak pernah mengalami peredaan dalam kurun waktu puluhan tahun lalu. Seorang pria keturunan Afrika yang bernama Jamal Clark ditembak mati setelah terlibat dalam konflik dengan polisi pada tahun 2015. Philando Castile, seorang pria keturunan Afrika ditembak mati oleh polisi saat menerima penyelidikan mengemudi mobil.

Selain itu masyarakat keturunan Afrika lebih mudah diadili jika dibandingkan warga kulit putih di Minneapolis. Liga kebebasan warga AS dalam sebuah laporannya pernah menunjukkan, tindakan pelanggaran moral secara ringan seperti minum arak di depan publik, volume suara kelebihan di dalam mobil, jumlah penangkapan keturunan Afrika merupakan 8,7 kali lipat dibandingkan warga kulit putih.

Sementara mengenai tindakan pelanggaran moral yang relatif berat, misalnya tidak punya asuransi kendaraan jumlah penangkapan keturunan Afrika merupakan 5 kali lipat dibandingkan warga kulit putih.

Data kedua: Masyarakat kulit hitam Afrika-Amerika yang diperlakukan kasar oleh petugas polisi berproporsi jauh lebih banyak dari pada warga kulit putih

Kelompok masyarakat keturunan Afrika atau Afrika-Amerika selalu menjadi sasaran kekerasan dari para petugas polisi. Menurut New York Times, di Mineapolis, dalam 171 kasus ancaman penggunaan senjata api yang dilakukan petugas polisi, 68 persennya ditimpa warga keturunan Afrika. Dalam 1.748 kali aksi penegakan hukum dengan menggunakan bahan iritasi kimia, 66 persen kasus terjadi pada kelompok keturunan Afrika.

Sama halnya dalam aksi penegakan hukum lainnya. Misalnya, cara sangat berbahaya seperti menindih leher yang digunakan polisi Mineapolis sebanyak 44 kali dalam waktu lima tahun lalu, 27 kali digunakannya kepada warga keturunan Afrika. Dilihat dari data statistik, masyarakat keturunan Afrika mencapai separo lebih dari kasus kekerasan petugas polisi.

Professor David Schultz dari Universitas Hamline yang telah meneliti taktik penegakan hukum oleh polisi selama 20 tahun. Dia menyatakan, jika anda ingin mencari kumpulan yurisprudensi sebagai ilustrasi kasus-kasus penyalahgunaan senjata dalam penegakan hukum secara paksa, maka kota Mineapolis adalah tempat kodrati yang ideal.

Hasil riset yang dikeluarkan Departemen Kehakiman AS pada tahun 2015 menunjukkan, 3,5 persen warga keturunan Afrika mengalami ancaman bersenjata yang tidak vital, tapi orang kulit putih hanya 1,4 persen. Kedua angka ini berbanding terbalik.

Data ketiga: penghukuman tidak kuat kepada pelaku kekerasan adalah sebab utama tragedi.

Biking, seorang anggota dewan organisasi perlawanan kekerasan polisi di Minnesoda mengatakan, sejak tahun 2012, sebanyak 2.600 kali pengeluhan sipil dilayangkan kepada polisi Mineapolis, tapi hanya 15 orang polisi dihukum, hukuman yang paling keras hanya adalah penangguhan jabatan tanpa gaji selama 40 jam.

Biking mengatakan, bagi polisi, ini adalah libur tanpa gaji, di kota ini tidak ada hukuman yang keras kepada polisi yang menegakkan hukum dengan kekerasan. Sistem penghukuman yang tidak keras mengakibatkan kematian George Floyd.

Seorang professor dari Universitas Minnesoda yang menekuni perihal kelompok warga AS keturunan Afrika mengatakan, ketika penderita kekerasan yang diperlakukan oleh petugas polisi kulit putih, hasil pengadilannya akan berupa penangkapan dan hukuman kepada si terdakwa, tapi ketika penderita adalah warga kulit hitam, maka hasil peradilannya akan menjadi penangkapan polisi kulit putih, maka si terdakwa kemungkinan besar tidak dikriminalisasi.

Pada tahun 2016, ketika pria kulit hitam Castilla memberitahukan petugas polisi bahwa senjata api yang dibawanya adalah sah, polisi tetap menembaknya 7 kali dan lima kali mengenakan dadanya. Polisi mengatakan, Castilla mencoba menembak polisi ketika polisi meminta surat izin senjatanya. Pada akhirnya polisi ini dibebaskan oleh pengadilan.

Profesor ini menyatakan, keadilan sosial AS tidak terbagi kepada setiap orang secara setara. Dalam peristiwa serupa, warga keturunan Afrika selalu diperlakukan secara tidak adil. Jika `Keadilan Putih` serupa ini terus terjadi, maka keadilan AS tidak akan pernah dipercaya.

favorite 0 likes

question_answer 0 Updates

visibility 207 Views

Update
No Update Available
Related News
Kabid Humas: Polisi lakukan langkah filterisasi untuk mengantisipasi penyusup
Unjuk rasa 11 April, Kapolri: kawal dengan humanis, dan jaga kesucian bulan Ramadan
Pesan Polri jelang demonstrasi BEM SI: Hormati hak masyarakat
×