Senin, 10 Agustus 2020 01:12

“Sanksi” AS pasti akan sia-sia belaka

Luar Negeri

Pada 7 Agustus waktu setempat, Departemen Keuangan AS mengumumkan sanksi terhadap beberapa pemimpin lembaga pemerintah Tiongkok untuk urusan Hong Kong serta sejumlah pejabat pemerintah Daerah Administrasi Khusus Hong Kong. Tindakan AS tersebut telah secara kasar mengintervensi urusan Hong Kong dan urusan intern Tiongkok serta melanggar hukum internasional dan patokan pokok hubungan internasional. AS melakukan hal itu dengan alasan “kebebasan”, namun masyarakat internasional jauh sebelumnya sudah menyadari bahwa yang diperhatikan para politikus AS bukanlah hak dan kebebasan warga Hong Kong, melainkan dukungan kepada para perusuh yang anti Tiongkok. Akan tetapi, intriknya yang jahat pasti akan sia-sia belaka.

Sejak diberlakukannya UU Keamanan Nasional untuk Hong Kong, sejumlah politikus AS terus berkoar akan mengenakan sanksi kepada pejabat Tiongkok. Kepala Daerah Administrasi Khusus Hong Kong, Carrie Lam menanggapinya dengan sikap acuh tak acuh, dan menunjukkan “saya tidak memiliki aset di AS, dan juga tidak tertarik pada AS”. Dalam pengenaan sanksi kali ini, AS mengancam akan membekukan aset dan rekening serta melarang transaksi, namun Carrie Lam dan rekannya pada 8 Agustus mengatakan “tidak takut” terhadap ancaman apa pun. Pada hari yang sama, Direktur Kantor Penghubung Pemerintah Pusat di Hong Kong, Luo Huining menyatakan, “Saya tidak punya aset apa pun di luar negeri. Pengenaan sanksi pada saya akan sia-sia belaka. Barang kali saya boleh mengirim seratus dolar kepada Pak Trump untuk dibekukan.” Tidak sedikit analis yang menunjukkan, pernyataan itu merupakan sindiran yang tepat sasaran bagi para politikus AS yang dengan mudah melakukan sanksi.

Pada kenyataan, dimasukkannya nama dalam daftar sanksi justru berarti mereka telah melakukan hal-hal yang menguntungkan negara dan Hong Kong. Mereka tengah melaksanakan tugasnya yang mulia demi membela keamanan negara, serta keselamatan jiwa 1,4 miliar rakyat Tiongkok, termasuk 7,5 juta warga Hong Kong.

Sejak terjadi demonstrasi dan kerusuhan pada Juni lalu, kaum radikal terus melakukan kekerasan dengan melakukan vandalisme di jalan-jalan dan tempat publik lainnya, mereka melumpuhkan lalu lintas, melakukan pembakaran dan perampasan serta penyerangan terhadap warga tak berdosa. Aksinya telah secara serius menantang garis batas prinsip “satu negara dua sistem”, dengan serius mengancam keamanan negara. Sebelum pemberlakuan UU Keamanan Negara di Hong Kong, hukum Hong Kong mengalami kekosongan dalam menjaga keamanan nasional, sehingga Hong Kong nyaris menjadi sumber terorisme. Untunglah UU Keamanan Nasional diresmikan tepat pada waktunya. Hong Kong akan kembali terjamin ketenteramannya.

Memang benar, UU Keamanan Nasional adalah dasar bagi keamanan sebuah negara, sekaligus kelaziman berbagai negara di dunia. Penyusunan dan pemberlakuan UU Keamanan Nasional telah berhasil menutup celah yang terdapat di bidang hukum Hong Kong dalam jangka panjang, dan menguntungkan terpeliharanya ketenteraman di Hong Kong. Sebanyak satu juta warga Hong Kong yang secara sukarela menandatangani petisi yang mendukung pemberlakuan UU Keamanan Nasional. Ini membuktikan bahwa UU Keamanan Nasional disambut baik oleh masyarakat yang luas. Sejak UU Keamanan Nasional diberlakukan, tidak sedikit warga Hong Kong menyatakan penuh keyakinan terhadap kemakmuran Hong Kong pada masa depan.

Fakta jauh sebelumnya sudah membuktikan bahwa kekerasan yang dilakukan kaum perusuh adalah pelanggaran terhadap hak dan kebebasan warga Hong Kong. Pemberlakuan UU Keamanan Nasional adalah titik balik historis bagi pemulihan kehidupan normal di Hong Kong. Dalam sidang ke-44 Dewan HAM PBB belum lama berselang, sebanyak 70 negara menyatakan mendukung pemberlakuan UU Keamanan Nasional untuk Hong Kong. Mereka mendesak negara-negara terkait segera menghentikan campur tangan terhadap urusan dalam negeri Tiongkok. Hal ini mencerminkan himbau bersama dan pendirian adil komunitas internasional.
Akan tetapi, sejumlah politikus AS masih berus nekad melanjutkan taktiknya yang jahat, dan terus main tuding terhadap UU Keamanan Nasional untuk Hong Kong. Tindakannya sungguh absurd dan lucu.

Faktanya sudah menunjukkan bahwa sejumlah politikus AS sama sekali tidak mempedulikan masa depan Hong Kong, bahkan tega mengorbankan kepentingan 1300 perusahaan AS di Hong Kong, dengan seribu satu akal merusak “satu negara dua sistem” dan membendung perkembangan Tiongkok demi mewujudkan tujuan politiknya yang jahat.

Akan tetapi, bagaiamana pun ancamannya tidak akan pernah berhasil, malah akan membantu komunitas internasional menyadari intriknya yang jahat dan kemunafikannya. Mereka dengan bertolak dari kepentingan egoisnya tak segan-segan membuat perkara dan merugikan hubungan Tiongkok-AS serta kepentingan rakyat kedua negara. Tiongkok mutlak tidak akan membiarkan mereka berbuat sewenang-wenang. Sanksinya pasti akan gagal total. Kepada mereka yang mengintervensi urusan dalam negeri Tiongkok, kami peringatakan agar segera menghentikan intriknya yang jahat, kalau tidak, mereka pasti akan tertinggal arus sejarah dan mengalami jalan buntu.

favorite 0 likes

question_answer 0 Updates

visibility 69 Views

Update
No Update Available
Related News
Tiongkok percepat pembentukan Jaringan Transportasi Komprehensif Tiga Dimensi
Meningkatkan pelestarian bersama ekologi di Delta Sungai Yangtze
Anggota RCEP aktif berpartisipasi dalam CICPE
×