Senin, 19 Oktober 2020 00:31

Ketegasan dan efisiensi di balik angka, perbandingan Tiongkok dan AS dalam perlawanan COVID-19

Covid-19

Pada 16 Oktober 2020, kota Qingdao menyelesaikan pengambilan sepesimen terhadap semua warga dengan jumlah sampel yang diperiksa sebanyak 10,78 juta. Kesemua ini dirampungkan dalam waktu 5 hari. Kecuali kasus-kasus yang terdeteksi sebelumnya, tidak ditemukan kasus infeksi yang baru dalam pengetesan selanjutnya.
Masih pada 16 Oktober, data dari Universitas Johns Hopkins, AS, menunjukkan bahwa jumlah kasus terkonfirmasi COVID-19 di seluruh wilayah AS menembus 8 juta kasus, dengan angka kematian total sebanyak 218 ribu orang.

Situs web CNN AS melaporkan, 12 kasus positif yang terdeteksi di Qingdao belum lama yang lalu menimbulkan perhatian tinggi otoritas setempat. Mereka segera melakukan pemeriksaan massal terhadap 9 juta warga. Tindakan-tindakan positif tersebut berhasil menekan tambahan kasus COVID-19 di Tiongkok dalam jumlah yang sangat rendah, sehingga masyarakat dapat kembali ke kehidupan normal secepatnya. Pada liburan panjang antara 1 Oktober hingga 8 Oktober lalu, badan pariwisata Tiongkok mencatat sebanyak 600 juta kunjungan dari wisatawan domestik.

Protokol kesehatan yang ketat, cepat dan masif yang dilakukan Tiongkok merupakan fondasi kuat yang menjamin Tiongkok dapat selekasnya mengendalikan wabah serta memulihkan operasi ekonomi dan sosial. Hal ini tentunya tidak terpisahkan dari ketangkasan pemimpin Tiongkok yang berani mengambil kebijakan dan tindakan tegas untuk membalikkan situasi ketika wabah mulai merajalela di Tiongkok. Hal ini juga memperlihatkan efisiensi tinggi pemerintah Tiongkok yang terbukti kuat dalam melakukan mega proyek dengan mengerahkan seluruh masyarakat untuk bersatu padu. Dari penguncian kota Wuhan hingga pemeriksaan massal terhadap masyarakat, pemerintah berbagai tingkat Tiongkok telah menunjukkan kemampuan mobilisasi dan koordinasi serta pelaksanaan yang luar biasa, sekaligus sikapnya yang menghormati sains.

Pandemi COVID-19 di samping membawa krisis kepada dunia, juga mendatangkan ujian besar kepada para pemimpin mancanegara, di mana pemimpin AS telah menjadikan krisis sebagai tragedi. Pada awal pandemi COVID-19 mewabah, AS gagal melakukan pengetesan virus secara efektif, bahkan tidak bisa memberikan alat pelindung pokok kepada para tenaga kesehatan maupun masyarakat. Pemeriksaan virus yang dilakukan AS pada hari-hari kemudian juga dinilai tertinggal jika dibandingkan laju penularan virus corona. Kebijakan AS yang inefisiensi dan mudah berubah telah sangat merugikan AS yang berkali-kali kehilangan peluang emas untuk mengendalikan penyebaran virus di negerinya.

AS sebenarnya memiliki banyak sumber dan keunggulan dalam menghadapi krisis. Selain punya manufaktur yang kuat, AS juga memiliki sistem penelitian kedokteran yang kuat serta cadangan ilmu pengetahuan yang melimpah di bidang-bidang kesehatan publik, kebijakan kesehatan serta ilmu biologi. AS selama ini terkenal dengan terapi maupun protokol pencegahan yang kondusif. Akan tetapi, gara-gara pertimbangan politik, pemerintah AS dari awalnya terus meremehkan risiko penularan virus corona, sengaja mengabaikan sains, dan menyombongkan kemampuannya untuk menghadapi krisis. Ketika wabah virus corona benar-benar terjadi, para pemimpinnya gagal memperlihatkan kepemimpinannya yang kuat sebagai negara besar, malah terus menimpakan kesalahannya kepada negara lain dan memfitnah perlawanan wabah sehingga jumlah kasus positif di AS terus melonjak untuk berkutat di peringkat pertama di dunia.

favorite 1 likes

question_answer 0 Updates

visibility 228 Views

Update
No Update Available
Related News
Kemanjuran dan keamanan vaksin buatan Tiongkok tak boleh dimungkiri
AS maling teriak maling?
Beberapa negara yang tuntut Tiongkok untuk ‘Terbuka’ malah batasi warga Tiongkok masuki wilayahnya
×