Jumat, 18 Desember 2020 23:58

Indonesia perlu manfaatkan momen krisis sebagai peluang untuk transformasi pembangunan

Ekonomi

JAKARTA, 14 August 2020, Idekonomi telah merilis episode podcast terkini yang membahas mengenai tantangan ekonomi di tengah krisis dan pengumuman World Bank pada Juli 2020 mengenai peningkatan status Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah ke atas (Upper Middle Income).

Di episode ke-19 ini, Idekonomi menghadirkan Prof. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti,Ph.D, Guru Besar Emeritus Universitas Indonesia dan juga Menteri Koordinator Perekonomian pada 2001-2004. Podcast kali ini membahas berbagai hal dimulai dari naiknya status Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah ke atas berdasarkan klasifikasi World Bank, dampak dari peningkatan status tersebut, risiko Indonesia kembali berstatus menjadi negara menengah ke bawah karena pandemi Covid-19, dan potensi Indonesia terjebak dalam status negara berpendapatan menengah dan tidak menjadi negara maju pada 2045.

Angka PDB per kapita yang Indonesia capai pada 2019 memang dapat dikategorikan ke dalam kelompok negara berpendapatan menengah ke atas. Namun, Dorodjatun menyampaikan bahwa saat ini Indonesia baru mencapai tahap yang sangat awal di kelompok pendapatan ini, sehingga tidak menutup kemungkinan berbagai usaha yang harus ditempuh untuk bisa bertahan di kelompok pendapatan ini.

Dukungan usaha lain dapat dicapai melalui perbaikan peningkatan peringkat investasi (rating agencies). Indonesia dalam beberapa tahun terakhir memang sudah masuk ke kategori investment grade - kondisi yang cukup kondusif bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia dalam bentuk investasi riil atau uang.

“Saat krisis 1997/1998, peringkat Indonesia berada di peringkat “C”, jauh dari kondisi saat ini dimana Indonesia memiliki investasi peringkat “B” dengan spread yang relatif bagus. Dengan capaian ini dan lalu dipadupadankan dengan pengumuman World Bank tersebut barulah dampak (dari capaian status pendapatan negara) terasa, seperti investor yang lebih tenang dan juga melihat peluang yang tidak mudah dicapai (bagi Indonesia).” ujar Dorodjatun.

Ketika krisis ekonomi yang bersumber dari pandemi Covid-19 ini hadir pada 2020 - dan bukan bersumber dari Indonesia, capaian status negara berpendapatan menengah ke atas dan peringkat investasi dapat menjadi modal untuk mendorong pemulihan ekonomi yang lebih progresif setelah pandemi selesai. Sayangnya, krisis ini telah didahului oleh perlambatan ekonomi global selama beberapa tahun belakangan, sehingga terjadi persoalan yang cukup luar biasa bahkan hanya untuk mempertahankan status tersebut.

“Kita bisa kehilangan momentum (karena krisis akibat pandemi), namun sebaiknya kita tidak cepat-cepat menyimpulkan. Kita harus ikuti perkembangan (perekonomian) dari kuartal ke kuartal dan berharap pertumbuhan tidak negatif. Tidak seperti krisis 1997/1998, kondisi kali ini adalah perbuatan virus. Belum pernah seluruh dunia ditentukan nasibnya oleh virus. Dan sampai sekarang, kita masih belum tahu sebetulnya apa virus ini.”, saran Dorodjatun.

Hikmah dari krisis ekonomi ini sebaiknya patut dilihat sebagai usaha kita untuk mencapai equilibrium baru, dan tidak kembali kepada kondisi lama. Hal ini digambarkan oleh Dorodjatun dengan merujuk pada kondisi perlambatan ekonomi global yang terjadi di seluruh dunia dan diiringi banyak negara yang menerapkan kebijakan proteksionisme. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, Indonesia perlu memanfaatkan kondisi krisis untuk melakukan transformasi pembangunan.

“Semenjak dahulu, Indonesia selalu memanfaatkan krisis sebagai momentum perubahan. Waktu Republik ini dibangun, (para aktivis) menggunakan peluang (krisis). Gunakanlah krisis itu sebagai kesempatan merubah dan bukan untuk kembali ke kondisi lama. Sayang apabila kita tidak menggunakan pengakuan dari World Bank dan rating agencies untuk membawa perekonomian kita menuju kepada transformasi.”, tegas Dorodjatun.

Terakhir, beliau menyampaikan bahwa Indonesia juga diharapkan dapat terlepas dari ancaman jebakan status negara berpendapatan menengah dengan memanfaatkan momentum krisis. Beberapa negara yang terlepas dari jebakan telah melakukan berbagai reformasi dan kebijakan sosioekonomi, seperti Tiongkok, Malaysia, dan Singapura. Namun, beberapa negara di Amerika Latin dianggap telah terjebak dalam status ini. Aspek yang perlu diperhatikan adalah untuk pemerintah melakukan reformasi kebijakan dan pemberantasan ketimpangan antar wilayah.

“Semenjak kita reformasi, yang dilakukan oleh Pak Habibie dengan luar biasa, kalau saya perhatikan sebenarnya kita harus melanjutkan apa yang sudah dilakukan dari awal yaitu melanjutkan reformasi dan demokratisasi serta desentralisasi. Setiap daerah di Indonesia tidak akan sama model pembangunannya, jangan bermimpi untuk melihat industrialisasi di setiap daerah. Let the people decide what they want to do.”

---
Idekonomi merupakan media yang bertekad untuk membumikan pemahaman mengenai isu ekonomi agar mudah dipahami melalui wawancara interaktif bersama ahli dan dikemas dalam bentuk siniar (podcast) serta wadah lainnya. Dengarkan secara lengkap pembahasan mengenai isu tersebut di Spotify, Apple Podcast, dan platform siniar lainnya. Sampaikan ide untuk pembahasan di episode berikutnya serta saran, masukan dan ajakan kolaborasi atau kerjasama melalui kotak surel kami di contact.idekonomi@gmail.com (Ilman)

favorite 1 likes

question_answer 0 Updates

visibility 773 Views

Update
No Update Available
Related News
Petani kopi Indonesia belajar pengolahan biji kopi di Tiongkok
Serangkaian angka ini buktikan optimisme dunia terhadap ekonomi Tiongkok
Xi Jinping tegaskan untuk dorong pembangunan Tiongkok bagian tengah
×