Rabu, 03 Maret 2021 22:44

Bagaimana mengobati penyakit `rasisme AS?`

Luar Negeri

Baru-baru ini, mantan polisi AS yang didakwa membunuh pria keturunan Afrika George Floyd akan diadili. Meski peristiwa ikonik ini sempat menimbulkan pasang gelombang unjuk rasa besar-besaran di seluruh AS, namun kayaknya gagal mendatangkan perubahan yang substansial. Kini, apa yang dihadapi rakyat AS tetap adalah fakta terdapatnya diskriminasi ras di mana-mana.

Dari suatu kasus lain belasan hari yang lalu dapat diketahui, rasisme sudah berakar di dalam sistem polisi dan kehakiman AS.

Pada tanggal 23 Februari, juri utama AS mengumumkan bahwa polisi yang terlibat dalam kasus penegakan hukum dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian pria keturunan Afrika George Floyd tak akan menghadapi tuduhan pidana. Keputusan ini menjadi suatu “jimat” lagi bagi penegakan hukum polisi AS dengan kekerasan.
Namun, dunia ini tak mungkin tak peduli terhadap warga AS yang menjadi korban rasisme AS. Dalam sidang ke-46 Dewan HAM PBB yang tengah berlangsung, banyak petugas dan pakar masalah HAM PBB dalam pernyataan bersama menghimbau pemerintah AS mengambil langkah reformasi yang luas untuk mencegah kekerasan polisi dan dengan sekuat tenaga menyelesaikan masalah rasisme sistematis dan diskriminasi ras.

Selama ratusan tahun, mengapa bekas luka rasisme AS bernanah terus? Apakah sudah menjadi penyakit yang tak dapat disembuhkan?
Dilihat dari sejarah, biarpun diskriminasi ras maupun suprematisme orang berkulit putih, tak pernah berakhir seiring dengan habisnya sistem perbudakan. Meski perjuangan dan gerakan tak pernah berhenti, namun suprematisme orang berkulit putih sudah terukir dalam gennya AS, dan telah menjadi halangan terbesar bagi AS untuk mewujudkan kesetaraan ras.

Dilihat dari realitas, politikus AS tak peduli bahkan bertindak seenak-enaknya, dan menjadi membiarkan penyebaran rasisme.

Selain itu, polarisasi politik semakin parah, para politikus yang hanya memperhatikan suara dalam pemilihan sama sekali tidak ingin menyelesaikan masalah diskriminasi ras dengan sungguh-sungguh.

Yang lebih keji ialah, politikus AS membiarkan semakin memburuknya bekas luka rasisme di dalam negerinya dan menginjak-injak terus HAM rakyat AS, sementara dengan menjunjung tinggi bendera “HAM” dan secara terang-terangan mencampuri urusan intern negara-negara lain. “Standar ganda” yang telanjang ini justru adalah penghinaan besar terhadap keturunan etnis minoritas AS yang dengan susah payah mendambakan kesetaraan ras.

favorite 2 likes

question_answer 0 Updates

visibility 229 Views

Update
No Update Available
Related News
Xi Jinping terbitkan artikel di media Serbia
Kecerdasan dan keberanian yang melampaui zaman
Peng Liyuan dan Istri Presiden Prancis mengunjungi Museum Orsay
×