Selasa, 05 Juli 2022 13:39

Tindakan kekerasan terhadap keturunan Afrika permalukan Hari Kemerdekaan AS

Luar Negeri

“Aku tidak bisa bernapas”, perkataan George Floyd yang tewas dua tahun lalu masih terngiang di telinga, tindakan kekerasan polisi AS terhadap keturunan Afrika semakin bertambah.

Pada tanggal 3 Juli lalu, pihak kepolisian Kota Akron, Negara Bagian Ohio, AS mengumumkan sebuah video langsung seorang pria keturunan Afrika Jayland Walker yang ditembak mati oleh polisi. Delapan orang polisi terus menembaki Walker yang melarikan diri dalam pemeriksaan lalu lintas, pihak kepolisian lokal mengatakan, 8 polisi tersebut melakukan lebih dari 90 kali penembakan, dan forensik memastikan di tubuh Walker terdapat sekitar 60 luka.

Menjelang Hari Kemerdekaan AS pada tanggal 4 Juli kemarin, darah Walker menjadikan kredo pendirian negara ‘semua orang diciptakan sama derajat’ dalam Deklarasi Kemerdekaan AS seperti sebuah lelucon. Harian Boston Globe AS mengkritik, tanggal 4 Juli (Hari Kemerdekaan) ini tiba setelah bulan Juni yang menyedihkan, apa yang patut dirayakan? Kini, di Kota Akron terdapat banyak unjuk rasa yang memprotes tindakan kekerasan polisi, dan Kota Akron telah membatalkan kegiatan perayaan Hari Kemerdekaan.

Data dari situs web Peta Kekerasan Polisi menunjukkan, dari tahun 2020 sampai sekarang, jumlah korban tewas akibat tindakan kekerasan polisi di AS mencapai 2.536 orang, dan di antaranya keturunan Afrika sebanyak 565 orang, melebihi 22%. Sejak tahun ini, terdapat 49 orang keturunan Afrika yang tewas ditembak oleh pihak kepolisian. Situs web menunjukkan pula bahwa di AS, kemungkinan warga keturunan Afrika tewas tertembak polisi adalah 2,9 kali lipat dari pada orang kulit putih.

Bukan hanya tindakan kekerasan saja, diskriminasi ras sistematis ala AS di berbagai bidang berakar dalam masyarakat AS, diskriminasi dan penindasan yang ada di mana-mana menyebabkan keturunan minoritas di AS tidak dapat bernapas. Di belakangnya, terdapat unsur sejarah perbudakan yang penuh dosa, faktor struktur ras yang memprioritaskan orang kulit putih dan suasana sosial juga berhubungan dengan kesibukan politikus AS dalam pertarungan partai dan kegagalan pemerintahan.

Presiden AS Joe Biden mengatakan, diskriminasi ras sistematis adalah noda dalam jiwa AS. Sampai sekarang, noda ini tidak hanya tak terhapus, namun bekasnya malah lebih parah. Slogan ‘Kesetaraan dan Inklusivitas’ yang disebut politikus AS sudah tak bisa menutupi kejahatan ‘Pembela HAM’. Pada tanggal 4 Juli itu, menghadapi AS yang penuh dengan kekerasan, perpecahan etnis dan tekanan emosi, entahlah bagaimana politikus AS menanggapi harapan pendiri AS dua ratus tahun yang lalu itu?

favorite 1 likes

question_answer 0 Updates

visibility 226 Views

Update
No Update Available
Related News
Tiongkok percepat pembentukan Jaringan Transportasi Komprehensif Tiga Dimensi
Meningkatkan pelestarian bersama ekologi di Delta Sungai Yangtze
Anggota RCEP aktif berpartisipasi dalam CICPE
×