Senin, 29 Mei 2023 13:40

AS hendaknya pahami kecerdasan Kissinger untuk berhubungan dengan Tiongkok

Luar Negeri

Sebagai salah satu Menteri Luar Negeri legendaris dalam sejarah Amerika Serikat (AS), Dr Kissinger baru saja menyambut ulang tahun seratus tahunnya.

Menjelang hari ultah, Beliau sempat bertemu dengan Duta Besar baru Tiongkok untuk AS, Dubes Tiongkok menyampaikan selamat ulang tahun seratus tahun kepada Kissinger.

Hal tersebut telah menunjukkan tradisi budaya Tionghoa yang mementingkan persahabatan, dan juga menunjukkan pujian dan apresiasi kepada “sahabat lama rakyat Tiongkok” yang selalu mendorong perkembangan hubungan Tiongkok-AS.

Meninjau kembali riwayat Kissinger sebagai seorang diplomat, tahun 1971 dia bersama dengan pemimpin Tiongkok dan AS waktu itu untuk mendorong normalisasi hubungan dua negara yang mempunyai keadaan yang berbeda, penerobosan tersebut hingga saat ini tetap bermakna penting bagi Tiongkok dan AS serta seluruh dunia.

50 tahun lebih sudah berlalu, kebijakan luar negeri Tiongkok terhadap AS tetap konsisten dan stabil, namun pihak AS mengotot memandang Tiongkok sebagai lawan utama dan tantangan jangka jauh berdasarkan salah pemahamannya terhadap Tiongkok beberapa tahun ini, dan mengakibatkan hubungan Tiongkok-AS telah tersimpang dari tepat dan juga membuat seluruh dunia semakin cemas.

“Dalam dunia multipolarisasi yang sejati dewasa ini, pendirian pragmatis (Kissinger) menunjukkan keperluan semakin penting dibandingkan periode lalu,” majalah Time AS baru-baru ini dalam artikelnya memberi penilaian serupa.

Saat hubungan Tiongkok-AS sekali lagi menemui jalan simpang siur, pemimpin tingkat tinggi Gedung Putih memang hendaknya belajar dan memahami kecerdasan diplomatik sang orang tua yang berusia seratus tahun itu.

Pertama, secara rasional dan pragmatis memahami kepentingan nasional AS dengan visi realisme. Kami seharusnya menyinggung “realism”, yang menjadi ikonik dari diplomasi Kissinger.

Makna realisme tersebut adalah memprioritaskan kepentingan nasional di atas ideologi, dengan akurat memahami perubahan hubungan internasional, secara rasional dan pragmatis menentukan strategi luar negeri.

Berdasarkan pikiran tersebut, dia menganjurkan untuk melakukan kontak dan kerja sama dengan Tiongkok, untuk membentuk sebuah hubungan Tiongkok-AS yang saling menguntungkan, dan berpendapat bahwa tindakan tersebut sesuai dengan kepentingan AS.

Namun pada saat ini, sejumlah politikus AS lebih memahami kepentingan nasional AS dari segi emosional yang tidak menentu, dan mendorong apa yang disebut “diplomasi pandangan nilai”, membentuk “kelompok kecil” berorientasi konfrontasi kelompok, menghasut persaingan Zero-Sum.

Kissinger dalam wawancaranya dengan The Wallstreet Journal baru-baru ini menunjukkan, AS selalu “menyombong adil” dalam kebijakan diplomatik, namun padahal negara-negara lain tidak menerima pandangan yang sama.

Kedua, mendorong strategi diplomatik AS secara “murni” dengan semangat profesionalisme, dan bukan bertolak dari kepentingan pribadi yang egois.

Dalam mendorong penjalinan hubungan diplomatik Tiongkok-AS maupun aksi diplomatiknya di Timur Tengah, serangkaian aksi diplomatik yang dilakukan Kissinger telah menunjukkan kemahiran seorang diplomat profesional, yaitu semaksimal mungkin mencegah pencampuran dengan persaingan parpol dalam negeri dan kepentingan pribadi.

Akan tetapi sekarang ini, sejumlah politikus AS lebih cenderung bertolak dari politik parpol, dan menjadikan strategi luar negeri nasional sebagai alat yang memperoleh keuntungan politik dalam negeri serta cara memperoleh kepentingan politik pribadinya, dengan serius mempersempit ruangan rasional dan pragmatis.

Selain itu para politikus AS hendaknya berpandangan visi jauh, mendorong strategi luar negeri dengan sikap bertanggung jawab atas sejarah.

Mengenai hubungan Tiongkok-AS yang sebagai hubungan bilateral yang paling penting dalam dunia, Kissinger kerap kali menunjukkan bahwa jika terjadi Perang Dingin baru antara Tiongkok dan AS merupakan musibah bagi kedua negara dan seluruh dunia.

Dalam wawancaranya yang dilakukan menjelang ultah seratus tahun itu, dia sekali lagi menunjukkan nasib umat manusia terkandung pada apakah AS dan Tiongkok dapat hidup berdampingan secara damai, dan menyaran politikus AS dengan teliti mempertimbangkan khawatir Tiongkok.

“Apakah Tiongkok dan AS mampu hidup berdampingan (co-exist) dalam keadaan yang tidak saling mengancam dengan perang menyeluruh? Jawaban saya adalah bisa, baik di masa lalu maupun saat ini,” ujar Kissinger dalam wawancaranya dengan The Economist baru-baru ini.

Kami berharap pihak AS belajar dan memahami kecerdasan politisi angkatan tua, kembali ke kebijakan Tiongkok yang rasional dan pragmatis, kembali ke rel tepat tiga komunike bersama Tiongkok-AS. Hal tersebut sesuai dengan kepentingan kedua negara, sesuai dengan kepentingan dunia, dan juga dapat menjadi hadiah ultah seratus tahun yang paling dinantikan oleh Kissinger.

favorite 0 likes

question_answer 0 Updates

visibility 592 Views

Update
No Update Available
Related News
Buka situasi baru kerja sama dan menang bersama
Majalah Qiushi rilis artikel Xi Jinping
Leaders Talk: Wawancara khusus dengan Presiden Kongo (Brazzaville)
×