Selasa, 30 Maret 2021 22:25

Para demagog barat hendaknya tinjau kembali sejarah pelanggaran HAM mereka

Covid-19

“Amerika Serikat pura-pura memperhatikan kesejahteraan kaum Muslim Tiongkok dan satu-satunya respons yang rasional adalah tertawa terbahak-bahak, mencemooh dan menyindir,” demikian ditulis di laman Russia Today ketika menanggapi sanksi munafik dan absurd yang dikenakan AS terhadap Tiongkok dengan kedok hak asasi manusia di Xinjiang.

Tentu saja, para politisi AS dan sejumlah negara Barat yang sengaja menutup matanya terhadap rasialisme yang semakin meruncing di negerinya, mana mungkin menaruh perhatian terhadap HAM warga Tiongkok di Xinjiang yang berjarak jauh dari negerinya? Di satu pihak mereka berkoar “mempedulikan” HAM warga Xinjiang, di pihak lain mereka mengulurkan tangan joroknya ke kapas putih bersih Xinjiang dengan maksud merampas “mangkuk nasi” dari tangan jutaan petani kapas. Bagaimana mereka menjelaskan tingkah lakunya tersebut?

Ambillah AS sebagai contoh. Pada awal abad ke-18, banyak budak kulit hitam yang dijual ke bagian selatan untuk memetik kapas. Mereka dicambuk dan dipaksa bekerja oleh pemilik kebun yang tidak menaruh belas kasihan pada kehidupan sengsara para budak. Lembaran yang kelam itu hanyalah sebagian dari sejarah perbudakan AS yang berlangsung ratusan tahun lamanya. Sejarah itu sekaligus menjadi sumber utama diskriminasi ras yang menyeluruh, sistematis dan berkelanjutan yang berkecamuk di masyarakat AS dewasa ini. Coba lihat apa yang telah dilakukan para politikus AS terhadap kaum Muslim.

Saat ini, AS adalah satu-satunya negara di dunia yang pernah memberlakukan larangan perjalanan Muslim atau Muslim Travel Ban. Larangan itu secara terang-terangan mendiskriminasi dan mempersekusi kaum Muslim. Komisi Hubungan Islam AS dalam sebuah laporannya pada 2018 menunjukkan bahwa jumlah organisasi anti Muslim di AS meningkat dua kali lipat sejak 2016.

Terlebih lagi, AS telah melancarkan perang di Afghanistan, Suriah dan Irak dengan alasan memberantas terorisme, namun peperangan yang dilancarkannya telah mengakibatkan puluhan juta Muslim kehilangan tempat teduh dan banyak keluarga menjadi berantakan. Selama pandemi COVID-19 menyebar, AS terus mempertahankan tekanan maksimum terhadap Iran dan sejumlah negara lainnya, sehingga ekonomi di negeri-negeri itu sangat merosot dan rakyat hidup dalam kesengsaraan.

Justru negeri yang sama sekali tidak menghormati kaum Muslim inilah yang pura-pura “menaruh perhatian ekstra” terhadap kaum Muslim di Xinjiang Tiongkok. Intrik politik jahat di baliknya sudah terungkap di depan publik. Maksud sejatinya ialah merampas peluang bekerja para pekerja tekstil Xinjiang, merusak kestabilan Xinjiang dan membendung perkembangan Tiongkok. Seperti apa yang dikatakan oleh mantan Kolonel AD AS, Lawrence Wilkerson di publik bahwa “apa yang disebut sebagai masalah etnis Uighur Xinjiang hanyalah konspirasi strategis AS untuk mengacaukan intern Tiongkok dan menghalangi perkembangan Tiongkok”. Profesor Steven Kelman dari Harvard University menuturkan, satu-satunya Muslim yang disukai oleh AS adalah Muslim Xinjiang. Negara Islam mana pun di dunia sama sekali tidak menarik perhatian AS.

favorite 0 likes

question_answer 0 Updates

visibility 221 Views

Update
No Update Available
Related News
Kemanjuran dan keamanan vaksin buatan Tiongkok tak boleh dimungkiri
AS maling teriak maling?
Beberapa negara yang tuntut Tiongkok untuk ‘Terbuka’ malah batasi warga Tiongkok masuki wilayahnya
×