JAKARTA, 21 Mei 2021, The Global Solutions Initiative (GSI) bersama dengan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH baru-baru ini menerbitkan buku elektronik yang berjudul “INTERSECTING” dalam rangka satu tahun pandemi COVID-19 pertama kali muncul. Buku elektronik ini menampilkan gagasan dan pengalaman dari seluruh dunia tentang bagaimana masyarakat dapat mencegah gangguan serupa dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan kelembagaan di masa depan. Melalui buku elektronik ini, lebih dari 100 penulis dari semua benua, termasuk LPEM FEB UI, berkontribusi dalam menggambarkan mengapa infrastruktur baru berkelanjutan adalah kunci untuk membangun masyarakat yang tangguh dan mencegah pandemi di masa depan.
LPEM FEB UI, sebagai salah satu kolaborator pada buku tersebut, pada Kamis 20 Mei 2021 lalu, telah menyelenggarakan Webinar: Book Discussion dengan tema Intersecting: Sustainable Ways to Implement Post-Covid-19 Recovery untuk membahas lebih dalam mengenai buku INTERSECTING dan implementasi pada pemulihan pasca Covid-19. Sesi diskusi panel kedua dengan tajuk “Creative Economy and Digital Infrastructure” diisi oleh beberapa panelis dari kalangan akademisi, swasta, NGO, dan lembaga internasional.
Pada pemaparan Ricky Pesik, Commissioner ITDC, beliau menyampaikan bahwa industri ekonomi kreatif di Indonesia memiliki potensi yang baik, akan tetapi dengan anggaran pemerintah yang hingga saat ini menurun untuk sektor ekonomi kreatif, dibutuhkan evaluasi kembali terkait strategi untuk menciptakan ekosistem yang lebih baik untuk industri ekonomi kreatif. “Saat ini, kita perlu mengevaluasi bagaimana cara kita untuk menciptakan sebuah ekosistem yang lebih baik untuk sektor ekonomi kreatif ini, hal ini diperlukan agar sektor ekonomi kreatif Indonesia dapat bersaing secara global” Ricky menambahkan. Tita Larasati (Indonesia Creative Cities Network and Institut Teknologi Bandung) pada pemaparannya menambahkan 3 isu utama yang dihadapi industri ekonomi kreatif, yaitu: (1) Ekonomi kreatif sebagai isu multidimensi (perlu penyelesaian atas beragam jenis masalah diluar industri), (2) peranan inisiatif komunitas ekonomi kreatif dalam mendukung pemulihan, dan (3) dorongan institusional yang berperan dalam terciptanya dampak positif yang inklusif dan berkelanjutan. “Penting untuk diingat bahwa ekonomi kreatif yang inklusif dapat menghasilkan peluang luas untuk pertumbuhan masyarakat yang relevan yang tangguh untuk menjawab tantangan SDGs” tambah Tita.
Selanjutnya, Mohamad Revindo, Kepala Kajian Iklim Bisnis dan Global Value Chain LPEM FEB UI menyampaikan bahwa transformasi digital pada industri ekonomi kreatif adalah bagaimana memanfaatkan teknologi dalam kegiatan industri terkhususnya UMKM. Transformasi digital saat ini menghadapi tantangan dari beberapa isu seperti kesenjangan akan infrastruktur TIK dan kesenjangan akan kemampuan literasi digital. “Dengan menyelesaikan kedua aspek tersebut, kita dapat membuat transformasi digital bisa diakses dan inklusif bagi seluruh orang” tambah Revindo. Kemudian Ibrahim Khoilul (Samudera Indonesia Research Initiatives (SIRI) PT Samudera Indonesia) memberikan pemaparan dari aspek logistik mengenai tantangan yang dihadapi UMKM Indonesia dan dunia secara keseluruhan. Salah satu alasan UMKM mengalami banyak goyahan selama pandemi dikarenakan biaya logistik atau pengiriman mengalami kenaikan sekitar 30-40%. Erica Paula dari ASEAN Secretariat menutup pemaparan dengan menjabarkan bahwa beberapa negara ASEAN telah memasukkan ekonomi kreatif ke dalam kebijakan nasional, sementara negara lainnya masih dalam taraf pertumbuhan. “Ekonomi kreatif diidentifikasikan sebagai sektor penting yang membutuhkan bantuan untuk pemulihan, sekaligus pada waktu yang sama merupakan pendorong penting untuk membantu pemulihan daerah.” tambah Erica.
Selanjutnya dalam sesi diskusi, Ricky menyampaikan bahwa dalam menciptakan ekosistem pada industri ekonomi kreatif perlu insentif yang lebih besar untuk pemeran industri ekonomi kreatif sehingga bisa mendapatkan kesempatan berkontribusi secara lebih terhadap digitalisasi infrastruktur. Menambahkan hal tersebut, Revindo menyampaikan perlunya digitalisasi ekosistem pada pedesaan dan insentif baik fiskal maupun non fiskal insentif untuk logistik startup untuk mengirimkan barang dari pedesaan ke perkotaan.