Jumat, 04 Juni 2021 20:29

AS yang ahli pemalsu data masih nekat mengkambinghitamkan Tiongkok

Luar Negeri

Baru-baru ini Amerika Serikat kembali menggembar-gemborkan soal penelusuran asal usul virus corona yang mengakibatkan pandemi COVID-19. Dari media, politikus hingga badan intelijen, AS sepertinya telah mengerahkan semua unsur untuk meramaikan pelacakan asal usul virus corona demi melakoni banyolan yang mengkambinghitamkan Tiongkok.

Para “pemain” banyolan itu memang giat melakukan aktingnya, cuma jalur ceritanya sungguh menggelikan dengan permainannya yang tidak asing lagi: mereka terlebih dulu memuat sebuah artikel di halaman surat kabar The Wall Street Journal menjelang pembukaan sidang Majelis Kesehatan Dunia, lalu mengklaim telah memperoleh informasi rahasia yang sengaja mengarahkan mata tombaknya pada Laboratorium Wuhan sebagai biang keladi sumber virus corona. Kemudian gembar-gembornya diramaikan oleh sejumlah media AS untuk menyebarluaskan hoaks. Selanjutnya giliran para politikus AS yang “naik panggung”. Sosok politisi memerintahkan badan intelijen AS untuk melakukan investigasi dengan alasan adanya tekanan dari masyarakat. Dimulailah banyolan dan tipu muslihat yang menstigma Tiongkok.

Masyarakat mencatat bahwa salah satu penulis artikel yang mencoreng Tiongkok itu bernama Michael Gordon. Sosok pria ini dulu dipekerjakan di New York Times dan terkenal karena skandal memalsukan berita tentang adanya senjata pemusnah massal di Irak. Oleh karena itu nama Michael Gordon berangsur menjadi identik dengan istilah “ahli pemalsuan”. Sekarang 20 tahun sudah berlalu namun Irak masih terjerumus dalam kancah peperangan yang tak kunjung berakhir, tapi kesengsaraan rakyat Irak sama sekali tidak pernah menyentuh hati Michael Gordon yang malah semakin gila dalam merekayasa berita palsu. Peran yang dimainkan sosok pria tersebut hampir sama dengan Adrian Zenz, sarjana anti Tiongkok yang terus menodai Tiongkok dengan masalah Xinjiang.

Adapun The Wall Street Journal masih diingat masyarakat karena pada Februari tahun lalu pernah merilis artikel komentator yang berjudul “Tiongkok adalah pesakitan Asia sejati”, di mana media tersebut secara terang-terangan menghasut sentimen diskriminasi ras, memfitnah upaya Tiongkok dalam penanganan pandemi COVID-19, sehingga mengundang kecaman merata seluruh masyarakat internasional. Sekarang surat kabar tersebut sekali lagi berperan “pionir” dalam menstigma Tiongkok dalam masalah penelusuran asal usul virus corona, hal ini lebih lanjut mengungkapkan tampan asli media itu sebagai antek politik.

AS masih rajin mengumpulkan apa yang disebut “bukti” untuk mengkambinghitamkan Tiongkok. Alhasil, badan intelijen AS yang melakukan skandal “sebotol deterjen” sebelum perang Irak meletus kembali ditampilkan di depan publik.

Bukannya ilmuwan melainkan badan intelijen yang melakukan investigasi tentang asal usul virus corona, apa lagi dengan tenggat waktu 90 hari, maka hal itu tampaknya semakin absurd.

Yang lebih ironis ialah pemerintah lalu AS pernah mencoba menodai Tiongkok sebagai sumber virus corona, namun disindir oleh para Demokrat sebagai teori konspirasi dan “senjata politik”. Kini pemerintah yang dikuasai oleh Partai Demokrat tak segan-segan menjilat kembali ludahnya dan mengulangi kesalahan pemerintah lalu hanya demi memenuhi kebutuhan menggencet Tiongkok. Bukankah fenomena ini duka nestapa sistem politik ala AS?

Banyolan memang banyolan yang mustahil menimbulkan gelombang besar, juga tidak mungkin mengelabui dunia. Siasat lama dan jelek badan intelijen AS tersebut jauh sebelumnya sudah terbongkar di hadapan dunia. Organisasi Kesehatan Dunia berturut-turut mengeluarkan peringatan kepada masyarakat agar mewaspadai politisasi penelusuran asal usul virus corona. Tidak sedikit analis mengkritik politikus AS yang memerintahkan badan intelijen menginvestigasi asal usul virus corona dan menyebutnya “menentang ilmu pengetahuan”.

favorite 1 likes

question_answer 0 Updates

visibility 268 Views

Update
No Update Available
Related News
Tiongkok percepat pembentukan Jaringan Transportasi Komprehensif Tiga Dimensi
Meningkatkan pelestarian bersama ekologi di Delta Sungai Yangtze
Anggota RCEP aktif berpartisipasi dalam CICPE
×