Rabu, 15 September 2021 01:48

AS yang haus perang harus menerima investigasi penelusuran sumber perang

Luar Negeri

Pada tanggal 13-14 September yang lalu, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menghadiri rapat audiensi Kongres AS mengenai penarikan tentara AS dari Afghanistan. Sebelum itu, media-media AS menunjukkan, Blinken tak dapat menimpakan kesalahannya mengenai penarikan tentara AS dari Afghanistan, diperkirakan Blinken akan menghadapi pertanyaan yang keras dalam rapat audiensi ini.

Sebenarnya, rapat audiensi ini juga akan menjadi jendela bagi dunia untuk mengenal sumber perang AS, menyaksikan hegemonisme tipe AS dan kegagalan program transplantasi demokrasi mereka.

Sebagai sebuah negara yang hanya bersejarah 240 tahun, perang yang dilancarkan dan diikuti oleh AS mencapai 200 kali. Dari berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945 sampai tahun 2001, di antara 248 kali konflik bersenjata di berbagai penjuru dunia, perang yang dilancarkan AS mencapai 201 kali, yaitu sekitar 81 persen. Tak diragukan lagi, AS adalah negara yang paling haus akan perang di dunia. Selama dua abad lalu, perang dan kekuatan militer selalu membentuk DNA negara itu. Untuk memelihara hegemonisme tipe AS, sejumlah politikus AS dengan semaunya melakukan aksi militer untuk mengintervensi urusan intern negara lain, mempromosikan nilai pandang tipe AS bahkan menggulingkan pemerintahan negara lain, ini menjadi ciri khas hegemonisme tipe AS yang sesat dalam kekuatan militer.

Di sisi lain, AS yang haus perang mempunyai pertimbangan ekonomi. Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam pidatonya tahun 2019 pernah menunjukkan, AS berharap perang terus berlangsung, karena dengan demikian negara-negara lain dapat terus membeli pesawat, kapal dan pelurunya. Jika perang berakhir, sejumlah besar orang di AS akan kehilangan pekerjaan. Boleh dikatakan, perkataan Duterte ini langsung mengungkapkan tujuan AS melancarkan perang.

Dua puluh tahun yang lalu, AS yang mengibarkan bendera anti terorisme melancarkan perang di mana-mana, perusahaan militer AS mendapat banyak keuntungan. Daftar perusahaan yang mendapat keuntungan dari Perang Afghanistan yang diterbitkan oleh wadah pemikir independen Institut Reformasi Kebijakan Keamanan menunjukkan, dalam waktu 20 tahun ini, lima raksasa militer AS antara lain Lockheed Martin, Raytheon, General Dynamics, Boeing dan Northrop Grumman total memperoleh 2,02 triliun Dolar AS.

Pendapatan besar yang didatangkan Perang Afghanistan sebenarnya hanyalah sebagian kecil keuntungan yang diperoleh perusahaan militer AS. Menurut perkiraan Universitas Brown, semua aksi militer seusai Peristiwa 11 September membuat pembayar pajak AS membayar pajak sebesar 6,4 triliun Dolar AS, sedangkan uang tersebut dijadikan sebagai anggaran belanja kelima perusahaan militer AS yang dikepalai Lockheed Martin.

Data statistik menunjukkan, pada tahun 2020, belanja militer AS mencapai 778 miliar Dolar AS, mencapai 39 persen dari total belanja militer global. Biaya militer yang besar mendukung hegemonisme tipe AS untuk terus mengekspor perang dan kekacauan.

Sementara itu, AS mencoba mengubah negara lain dengan tekadnya sendiri, dan memaksakan transplantasi demokrasi. Tapi semuanya menjadi gagal, sedangkan rakyat setempat menderita kesengsaraan yang didatangkan oleh AS. Data riset yang dikeluarkan Universitas Brown menunjukkan, selama 20 tahun, perang yang dilancarkan dan aksi militer yang dilakukan AS di 85 negara mengakibatkan 929 ribu orang tewas, dan setidaknya 3,8 juta orang menjadi pengungsi yang tuna wisma. Di manakah demokrasi dan hak asasi manusia yang dijanjikan AS? Sebaliknya, keguncangan, kemiskinan dan kesengsaraan rakyat menjadi saksi kegagalan demokrasi tipe AS.

“Berkaitan dengan keadaan yang terjadi di berbagai tempat dunia, saya sangat mengkhawatirkan penyebaran terorisme”, demikian dikatakan Sekjen PBB Anttonio Guterres, pernyataannya mengungkapkan kegagalan perang anti teror yang dilancarkan AS selama 20 tahun itu.

favorite 0 likes

question_answer 0 Updates

visibility 205 Views

Update
No Update Available
Related News
Xi Jinping memimpin simposium mengenai pendorongan pembangunan Tiongkok barat di era baru
Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Tiongkok
Xi Jinping inspeksi Taman Pusat Logistik Internasional Chongqing
×