Terhitung mulai 1 Januari 2025, Indonesia, Malaysia, dan Thailand, bersama enam negara lainnya, resmi masuk dalam jajaran negara mitra BRICS. Hal ini menandai kehadiran negara mitra BRICS gelombang pertama
Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyatakan bahwa ini merupakan tonggak penting lainnya dalam proses pengembangan BRICS. Menyusul perluasan keanggotaan yang bersejarah pada tahun 2023, "keluarga besar" BRICS sekali lagi menguat dan kerja sama telah mencapai tingkat yang baru. Langkah ini tidak hanya semakin meningkatkan keterwakilan mekanisme BRICS, namun juga menunjukkan karisma dan pengaruhnya, semakin menjadikan mekanisme BRICS menjadi platform penting untuk mendorong persatuan dan kerja sama di negara-negara Selatan.
Pada titik ini, total populasi negara-negara BRICS telah mencapai setengah dari populasi global, dan skala ekonominya telah melampaui 41% PDB global, sehingga memberikan dorongan yang lebih kuat kepada organisasi BRICS untuk mendorong de-dolarisasi, reformasi sistem ekonomi dan moneter internasional.
Dalam beberapa tahun terakhir, lanskap politik dan ekonomi global telah mengalami perubahan besar. Di tengah isu ini, sebagai tahapan penting bagi pasar negara berkembang, mekanisme kerja sama BRICS terus meningkatkan pengaruh dan daya tariknya.
Sebagai salah satu kawasan paling dinamis dan potensial di dunia, Asia Tenggara memiliki keunggulan dalam hal lokasi geopolitik, perkembangan ekonomi yang pesat, bonus demografi yang jelas, dan potensi pasar yang besar.
Menghadapi ketidakpastian dan tantangan perekonomian global, negara-negara Asia Tenggara juga secara aktif mencari lebih banyak peluang kerja sama dan jalur pembangunan. Perluasan BRICS dan pembentukan mekanisme kemitraan diperkirakan akan memberikan peluang dan opsi pembangunan baru bagi negara-negara Asia Tenggara.
Bagi negara-negara Asia Tenggara, bergabung dalam mekanisme kerja sama BRICS mempunyai banyak arti. Pertama-tama, konsep multilateralisme dan kerja sama inklusif yang dijunjung oleh mekanisme BRICS sejalan dengan semangat kerja sama regional yang digagas oleh negara-negara Asia Tenggara.
Dengan berpartisipasi dalam BRICS, negara-negara Asia Tenggara dapat lebih mendorong integrasi regional, memperkuat solidaritas dan kolaborasi dengan negara-negara berkembang lainnya, dan bersama-sama menjawab tantangan global.
Kedua, besarnya skala pasar dan kuatnya permintaan pasar negara-negara BRICS memberikan ruang pengembangan yang luas bagi negara-negara Asia Tenggara. Negara-negara Asia Tenggara dapat memperluas saluran ekspor, menarik investasi asing, dan mendorong peningkatan industri dan pembangunan ekonomi melalui kerja sama dengan negara-negara BRICS. Negara Asia Tenggara memiliki sumber daya alam yang melimpah dan upah tenaga kerja yang rendah, bermodalkan hal ini, pasar BRICS akan menjadi peluang pembangunan yang langka.
Selain itu, upaya negara-negara BRICS dalam mendorong de-dolarisasi dan reformasi sistem moneter dan keuangan internasional telah memberikan lebih banyak pilihan mata uang dan jalur pembangunan kepada negara-negara Asia Tenggara.
Dihadapkan pada irasionalitas sistem keuangan internasional dan dampak negatif hegemoni dolar AS, sistem moneter multilateral dan mekanisme kerja sama keuangan yang digagas oleh negara-negara BRICS telah memberi cara baru bagi negara Asia Tenggara untuk menghapus ketergantungan terhadap dolar AS dan menjamin keamanan moneter.
Selain itu, negara-negara Asia Tenggara dapat memperkuat kerja sama keuangan seperti pertukaran mata uang dan kliring mata uang lokal, mengurangi risiko nilai tukar, dan meningkatkan stabilitas keuangan.
Sebagai negara dengan populasi padat di Asia Tenggara, Indonesia memiliki keinginan kuat untuk bergabung dalam mekanisme kerja sama BRICS. Presiden Indonesia Prabowo Subianto menegaskan bahwa Indonesia akan berpegang pada kebijakan kerja sama luar negarei yang terdiversifikasi, tidak bergantung pada satu negara kuat, dan berkomitmen menjaga kepentingan nasional melalui jalur diplomasi yang seimbang. Sejak menjabat,
Prabowo selalu menjadikan "pembangunan perekonomian" dan "kesejahteraan masyarakat" sebagai inti agenda kebijakannya, Ia juga secara aktif mencari solusi efektif untuk mempertahankan pembangunan perekonomian negara yang berkelanjutan dan menghapuskan kemiskinan sepenuhnya.
Terkait hal tersebut, BRICS dapat memberikan referensi penting bagi Indonesia, karena negara anggota BRICS telah mencapai prestasi luar biasa dalam pembangunan ekonomi, stabilitas sosial, dan kerja sama internasional. Khususnya Tiongkok sebagai anggota penting BRICS, dapat berbagi pengalaman suksesnya dalam hal kebangkitan dan pembangunan ekonomi.
Malaysia dan Thailand juga menjadi negara Asia Tenggara gelombang pertama yang bergabung dengan BRICS. Kedua negara tersebut telah menunjukkan sikap positif dan harapan besar mereka terhadap mekanisme kerja sama BRICS. Pada sebuah kesempatan di KTT BRICS, Menteri Perekonomian Malaysia Rafizi Ramli mengatakan bahwa BRICS tidak hanya merupakan perlawanan terhadap kerugian yang dialami negara-negara Selatan, namun juga merupakan platform untuk memberikan solusi.
Malaysia berharap dapat mendorong pembangunan inklusif dan berkelanjutan serta mencapai kemakmuran ekonomi dan kemajuan sosial dengan berpartisipasi dalam BRICS. Thailand juga menyatakan bahwa mekanisme kerja sama BRICS akan membantu memperkuat kerja sama internasional dan memberikan peluang perkembangan ekonomi bagi Thailand dan anggota BRICS, khususnya di bidang perdagangan, investasi, dan pariwisata.
Seiring dengan semakin membaiknya mekanisme kerja sama BRICS dan proses perluasan keanggotaan yang terus berjalan, negara-negara Asia Tenggara dan negara-negara BRICS dapat melakukan kerja sama yang luas di bidang perdagangan, investasi, keuangan, inovasi teknologi, pembangunan ramah lingkungan dan bidang lainnya untuk mencapai tujuan tersebut di masa depan. BRICS dapat bersama-sama menjawab tantangan global, mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan serta mewujudkan kesejahteraan dan kemajuan bersama.