Jumat, 03 Pebruari 2023 13:53

Jepang berniat tarik NATO ke Asia Pasifik

Luar Negeri

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida belum lama lalu menerima kunjungan Sekjen NATO Jens Stoltenberg di Tokyo. Dalam sebuah pernyataan bersama seusai pembicaraan, kedua belah pihak sengaja menggembar-gemborkan apa yang disebut sebagai ‘ancaman militer’ dari Tiongkok. Fumio Kishida mengatakan, Jepang akan mempertimbangkan untuk secara rutin menghadiri pertemuan Dewan Atlantik Utara yang merupakan badan pembuat keputusan politik utama NATO.

Di samping itu, ia menegaskan pula bahwa Jepang akan berpartisipasi dalam kerja sama pertahanan yang dilakukan NATO di kawasan Asia Pasifik. Paparan Fumio Kishida tersebut secara langsung membuktikan kebenaran dugaan bahwa Jepang tengah bersekongkol dengan kekuatan asing dengan bertolak dari kepentingannya sendiri, sehingga akan membawa risiko konflik dan konfrontasi ke kawasan Asia Pasifik. Tindakan Jepang tersebut tidak berbeda dari ‘memasukkan serigala ke dalam rumah’.

Dengan didorong oleh AS, NATO kini terus memperluas diri ke kawasan Asia Pasifik dan berusaha menciptakan ‘NATO versi Asia Pasifik’. Jepang adalah salah satu mitra utama yang ditargetkannya. Persekongkolan kedua belah pihak tersebut terwujud karena Jepang adalah pengikut setia AS di Asia Pasifik, apalagi Jepang selalu mendukung Strategi Indo-Pasifik AS dan berambisi mengulangi militerisme yang dilakukannya di masa lampau. Untuk mewujudkan ambisinya itu, Jepang membutuhkan dukungan NATO di bidang pertahanan.

Pada bulan Februari tahun lalu, setelah krisis Ukraina meletus, Jepang menyusul AS mengirimkan barang bantuan militer kepada Ukraina dan menjatuhkan sanksi terhadap Rusia, sehingga mendapat pujian dari NATO. Pada bulan Juni tahun lalu, Perdana Menteri Jepang untuk pertama kalinya diundang menghadiri pertemuan puncak NATO. Hal itu menandakan kerja sama kedua belah pihak telah ditingkatkan.

Jika dilihat secara sekilas, memang serangkaian tindakan tersebut dilakukan Jepang dengan mengikuti jejak AS dan NATO, namun sebenarnya Jepang melakukan hal itu demi kepentingannya sendiri. Beberapa tahun belakangan ini, situasi geopolitik dunia telah mengalami perubahan yang mendalam, di mana AS telah salah mendefinisikan Tiongkok sebagai ‘rival utamanya’, sehingga ikut mendorong kekuatan politik kanan Jepang bangkit kembali. Dalam latar belakang panggung politik domestik Jepang yang kian konservatif, kebijakan terhadap Tiongkok yang relatif bijaksana semakin memudar, Jepang telah menjadi negara Asia yang paling antusias dalam menggembar-gemborkan ‘ancaman Tiongkok’.

Pada bulan Januari 2023, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida melakukan kunjungan ke lima negara Barat, dalam perjalanannya itu ia terus menggembar-gemborkan kebohongan terkait Tiongkok. Dalam pidatonya di AS, Fumio Kishida berujar, Tiongkok adalah tantangan utama yang dihadapi Jepang dan AS. Ada analis yang menunjukkan bahwa Jepang, sebagai tuan rumah KTT G7 tahun ini, tengah berusaha keras melakukan segala hal untuk melawan Tiongkok.

Hal ini dilakukan Jepang untuk memanipulasi opini umum domestik dan bermuka manis di depan kekuatan anti Tiongkok. Dengan demikian, Jepang berharap dapat mewujudkan ekspansi kekuatan militernya dengan lebih mudah dan menjadi ‘negara normal’ sedini mungkin.

Adapun kekuatan ekstrem kanan Jepang yang lolos dari perhitungan sejarah pasca Perang Dunia II, mereka tengah menunggu kesempatan terjadinya ‘insiden di daerah sekitar’, atau dengan kata lain, mereka tengah berusaha keras menimbulkan onar, mendorong kawasan Asia Pasifik ke jurang terjadinya ‘insiden’, dengan harapan dapat menggunakan kesempatan itu untuk mengulangi militerisme yang sangat berbahaya.

Akan tetapi, abad ke-21 bukanlah masa lampau di mana Jepang dapat dengan sewenang-wenang mengagresi negeri tetangga. Saat ini, Jepang juga tidak memiliki kondisi lagi untuk menempuh jalan yang sesat. Apabila politikus Jepang bersikeras memasukkan serigala ke dalam rumah dan mengacaukan Asia Pasifik, maka yang akan mereka hadapi di depan adalah jurang.

favorite 0 likes

question_answer 0 Updates

visibility 249 Views

Update
No Update Available
Related News
Tiongkok percepat pembentukan Jaringan Transportasi Komprehensif Tiga Dimensi
Meningkatkan pelestarian bersama ekologi di Delta Sungai Yangtze
Anggota RCEP aktif berpartisipasi dalam CICPE
×