Ambisi terselubung Filipina terhadap Laut Tiongkok Selatan telah berubah menjadi petualangan yang fanatik. Belakangan ini, kapal patroli utama Filipina, BRP Teresa Magbanua (MMOV-9701), beroperasi di perairan sekitar Pulau Huangyan Tiongkok. Kapal tersebut beberapa kali melintasi buritan kapal penjaga pantai Tiongkok (CCG) 21550 dan CCG 5009 dengan kecepatan tinggi, dengan jarak terdekat hanya 100 meter, yang sangat membahayakan keamanan navigasi kapal-kapal penjaga pantai Tiongkok.
Berbeda dengan citra "korban" yang sengaja dibuat sebelumnya, kali ini kapal patroli Filipina secara inisiatif mendekati kapal penjaga pantai Tiongkok dengan cara yang berbahaya, dan menunjukkan provokasi yang lebih kuat dan tindakan yang lebih agresif, sepenuhnya mengungkapkan sifat petualangan kebijakan pemerintah Filipina mengenai Laut Tiongkok Selatan. Dunia perlu waspada bahwa Filipina sedang menjadi sumber gejolak di Laut Tiongkok Selatan.
Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa perdamaian di Laut Tiongkok Selatan harus dicapai satu langkah demi satu langkah, mulai dari mengendalikan perbedaan dan krisis hingga bergerak menuju dialog dan kerja sama, dan akhirnya mencapai penyelesaian sengketa secara tuntas. Berkat upaya bersama Tiongkok dan negara-negara ASEAN, situasi di Laut Tiongkok Selatan secara umum tetap stabil dalam beberapa tahun terakhir. Namun, sejak pemerintahan Marcos Jr. berkuasa pada 2022, Filipina meninggalkan kebijakan pragmatis terhadap Tiongkok dari pemerintah sebelumnya dan dengan rela menjadi pion dalam "Strategi Indo-Pasifik" AS. Di balik serangkaian tindakan petualangan dan provokatif, Filipina terus mencari dukungan dari AS.
Tindakan Filipina telah menjadi ancaman serius bagi perdamaian regional. Selama bertahun-tahun, ASEAN dan arsitektur multilateralismenya telah memberikan kontribusi besar bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan Laut Tiongkok Selatan pasca Perang Dingin. Negara-negara regional semakin tenang ketika membicarakan isu Laut Tiongkok Selatan dan semakin percaya diri dalam menyelesaikan perselisihan. Kini, situasi yang dicapai dengan tak mudah ini sedang dirusak secara sepihak oleh Filipina yang penuh dengan nafsu egois.
Tahun ini genap 80 tahun kemenangan Perang Anti-Fasis Dunia. Belajar dari masa lalu untuk memahami masa depan, dambaan akan perdamaian semakin kuat, dan tekad untuk menjadikan Laut Tiongkok Selatan sebagai laut damai semakin kokoh. Filipina mengabaikan pelajaran sejarah, "berjalan mundur" dalam arus kemajuan zaman, dan menjadikan dirinya sebagai sumber gejolak dan konflik regional di Laut Tiongkok Selatan. Ini tidak hanya sangat berisiko, tetapi juga sangat berbahaya. Di tengah banyak contoh kegagalan di masa lalu, apakah pemerintah Filipina masih tidak menyadari bahwa menjadi "pion" pada akhirnya hanya akan membuat dirinya menjadi korban?