Senin, 26 Oktober 2020 22:10

Pemerintah perlu lindungi perempuan rentan terdampak KDRT terutama saat pandemi

Covid-19

JAKARTA, 20 Oktober 2020 - Setelah sekitar 7 bulan melalui pandemi, beberapa lembaga mencatatkan peningkatan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). LBH APIK, seperti dikutip di CNN Indonesia, mencatatkan bahwa angka KDRT semasa pandemi meningkat dan ditengarai oleh berbagai faktor. Idekonomi telah merilis episode podcast terkini untuk membahas isu ini dengan judul “Pilu Perempuan di Tengah Pandemi”. Episode ini dikemas dalam segmen CeritaPuan, rubrik Idekonomi yang ditujukan untuk membahas isu-isu gender dan demografi dalam perspektif Ilmu Ekonomi. Episode kali ni mengundang Niken Kusumawardhani, Peneliti Senior di SMERU Research Institute.

Kehadiran pandemi Covid-19 telah berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara umum. Jika mengacu pada indikator sosio-ekonomi, pandemi telah mengakibatkan peningkatan kemiskinan. Fenomena kemiskinan yang multidimensi tentunya tidak dapat dilihat sebatas oleh berkurangnya pendapatan, namun terdapat juga coping mechanism yang ditunjukkan oleh perubahan pola makan dan juga penurunan kunjungan pelayanan kesehatan dasar bagi ibu dan anak. Jika menilik lensa gender, dampak pandemi terasa lebih berat bagi perempuan. Hal ini ditunjukkan oleh penurunan tingkat partisipasi kerja perempuan yang relatif signifikan ketimbang laki-laki.

Selain beban tersebut, perempuan juga rentan mengalami KDRT selama di rumah. KDRT yang dialami perempuan beragam mulai dari kekerasan psikis, fisik, seksual, dan ekonomi, dimana kekerasan psikis dan ekonomi mendominasi kasus KDRT selama pandemi. Dalam membahas isu ini, Niken menekankan bahwa kasus KDRT akan menjadi beban tambahan bagi pemerintah dalam bentuk peningkatan risiko kesehatan.

“Sebagian perempuan memilih untuk menunda melaporkan kasus KDRT ke pihak berwajib kecuali apabila kondisi fisiknya sudah sangat parah. Studi SMERU menunjukkan bahwa tingkat pelaporan perempuan terhadap kasus KDRT cenderung rendah didorong oleh stigma yang melekat dari KDRT”, tambah Niken.

Pelaporan kasus KDRT selama pandemi juga terhambat karena adanya kebijakan PSBB yang mendorong isolasi dan gerakan diam di rumah. Observasi yang dilakukan menemukan bahwa perempuan yang ingin melaporkan kasus KDRT perlu membawa hasil tes negatif Covid-19 ke Puskesmas untuk keperluan visum. Padahal, melakukan tes tersebut juga memerlukan biaya dan proses yang cukup membebani perempuan.

“Pada akhirnya, perempuan yang mengalami KDRT semakin berat untuk melaporkan kasus KDRT di saat mereka juga juga sudah menghadapi banyak rintangan (untuk melaporkan) ketika belum ada pandemi”, ujar Niken.

Semenjak pandemi, peran perempuan dalam mendukung keberlangsungan rumah tangga bertambah karena ada tuntutan untuk mengedukasi anak yang melakukan pembelajaran jarak jauh, merawat orang tua jika tinggal serumah, melakukan pekerjaan rumah tangga serta melakukan pekerjaan dari rumah. Perempuan yang kesulitan memenuhi seluruh kebutuhan ini, seperti misalnya menyediakan makan untuk keluarga, rentan terhadap KDRT. Hal ini cukup mengkhawatirkan, menimbang beberapa studi terdahulu menunjukkan bahwa perempuan cenderung lebih mengutamakan anggota keluarga untuk bisa makan ketimbang dirinya sendiri di saat krisis. Semua hal ini tentunya akan mempengaruhi kesehatan perempuan dalam jangka panjang.

Dalam menghadapi tren peningkatan KDRT, pemerintah dan masyarakat luas perlu mengambil peran-peran strategis untuk mengurangi tren kasus tersebut. Niken merekomendasikan bagi pemerintah untuk mengklasifikasikan pelayanan perlindungan korban KDRT sebagai pelayanan dasar di masa pandemi, seiring dengan kasus-kasus Covid-19 yang telah menjadi perhatian pemerintah. Selain itu pemerintah juga dapat mendorong penambahan rumah singgah bagi perempuan serta layanan psikologis untuk menjadi tempat penampungan korban KDRT. “Saat ini pemerintah telah menyediakan konsultasi psikologi daring berbentuk hotline. Ini langkah bagus yang perlu diapresiasi. Akan lebih baik apabila layanan ini bisa mengikutsertakan ahli KDRT sehingga bisa menginstruksikan korban tentang apa saja yang bisa mereka lakukan”, tambah Niken.

----
Idekonomi merupakan media yang bertekad untuk membumikan pemahaman mengenai isu ekonomi agar mudah dipahami melalui wawancara interaktif bersama ahli dan dikemas dalam bentuk siniar (podcast) serta wadah lainnya. Dengarkan secara lengkap pembahasan mengenai isu tersebut di Spotify, Apple Podcast, dan platform lainnya. Sampaikan ide untuk pembahasan di episode berikutnya serta saran, masukan dan ajakan kolaborasi melalui kotak surel kami di contact.idekonomi@gmail.com (Ilman)

favorite 2 likes

question_answer 0 Updates

visibility 709 Views

Update
No Update Available
Related News
Kemanjuran dan keamanan vaksin buatan Tiongkok tak boleh dimungkiri
AS maling teriak maling?
Beberapa negara yang tuntut Tiongkok untuk ‘Terbuka’ malah batasi warga Tiongkok masuki wilayahnya
×