Selasa, 15 Desember 2020 21:25

Perempuan dan penyandang disabilitas perlu dukungan hadapi pandemi

Covid-19

Idekonomi merilis episode podcast terkini yang membahas kelompok rentan yang terdampak pandemi COVID-19 di Indonesia.

Di episode ke-20 ini, Idekonomi menghadirkan Rachmat Reksa Samudra dan Diahhadi Setyonaluri Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI). Podcast kali ini membahas tentang kelompok yang terlupakan saat pandemi, yaitu perempuan dan penyandang disabilitas.

Lembaga Demografi FEB UI berkolaborasi dengan UNESCO Jakarta melakukan analisis mengenai respon kebijakan terkait Covid-19 dari perspektif sosial-kependudukan. Diahhadi mengaitkan pandemi COVID-19-19 dengan teori economics of discrimination, dimana bias gender dan stigma terhadap penyandang disabilitas menyebabkan ketidaksetaraan akses ke berbagai hal Faktor lingkungan juga menentukan bagaimana kedua kelompok tersebut menjadi “mampu” dan berkontribusi dalam ekonomi dan masyarakat.

“Kemampuan kelompok ini tidak dapat hanya dibatasi oleh kemampuan individu, tetapi juga harus disertai dengan lingkungan mendukung. Untuk itu, penting bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang serius bagi dua kelompok ini di masa pandemi.” menurut Diahhadi.

Reksa menambahkan bahwa terdapat beberapa aspek esensial yang membebani dua kelompok penduduk ini dalam merespon pandemi COVID-19.

“Perempuan memiliki triple burden, yaitu kewajibannya mengurus domestik keluarga, tanggung jawabnya untuk bekerja, dan menjadi guru bagi anaknya yang menjalankan pembelajaran jarak jauh. Selain itu, perempuan juga memiliki risiko lebih tinggi terpapar COVID-19 karena lebih banyak menggunakan transportasi umum. Lebih lanjut, sektor essential services, seperti sektor kesehatan dan sektor yang mewajibkan pekerjanya hadir secara fisik juga didominasi oleh perempuan.” ujar Reksa.

Dengan beban tersebut, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan terancam turun. Sehingga dukungan bagi perempuan untuk bertahan saat dan sesudah pandemi sangat penting. Penyandang disabilitas juga terdampak serius karena akses ke fasilitas kesehatan dan pendidikan yang makin terbatas saat pandemi .

“Permasalahannya antara lain adalah rumah sakit lebih berfokus pada pasien COVID-19, di saat sebagian penyandang disabilitas juga membutuhkan pelayanan rutin. Selain itu, siswa penyandang disabilitas juga cenderung mengalami kesulitan dalam beradaptasi dan memahami materi dengan skema pembelajaran daring.” lanjut Reksa.

Hingga saat ini pemerintah telah meluncurkan kebijakan tanggap dampak COVID-19. Presiden Joko Widodo menetapkan PP No. 23 tahun 2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional. Kebijakan tersebut telah mencakup kelompok miskin dan rentan, termasuk UMKM. Bentuk respon kebijakan antara lain melalui bantuan sosial, yaitu PKH, Kartu Sembako, hingga Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi pekerja dengan pendapatan di bawah lima juta rupiah per bulan, dan juga ada Banpres Produktif bagi 9,1 juta usaha mikro dan kecil dengan nilai bantuan 2,4 juta rupiah per unit usaha.

“Saat ini pemerintah juga sudah mulai aiming the policy for women dan juga penyandang disabilitas. Seperti contohnya, Kementerian Sosial sudah mulai memberikan bantuan secara spesifik kepada penyandang disabilitas. Namun, memang saat ini jumlah uang dan coverage-nya masih terbatas, terutama penyandang disabilitas yang tinggal di panti dan terkena penyakit kronis”, ujar Reksa

Lembaga Demografi FEB UI menekankan pentingnya memprioritaskan penyediaan basis data dengan disagregasi menurut gender dan kondisi disabilitas agar kebijakan tepat sasaran.

“Pemerintah sudah memiliki perhatian terhadap kelompok terdampak, tetapi data yang ada sangat terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan upgrade data karena yang terdampak selalu bertambah setiap hari. Salah satu alternatif adalah memanfaatkan institusi dan channel yang ada hingga di daerah remote, contohnya Kantor Pos yang keberadaannya sudah sangat luas hingga pelosok.” usul Diahhadi.

Reksa menambahkan bahwa fokus bantuan/stimulus diprioritaskan kepada kelompok yang termarjinalkan, terutama perempuan dan penyandang disabilitas.

“Masih perlu adanya penyempurnaan kebijakan untuk masalah dan dampak negatif yang dihadapi oleh kelompok rentan. Diharapkan dengan adanya studi dan rekomendasi ini, kebijakan selanjutnya bisa lebih inklusif dan lebih tepat sasaran dalam menangani isu yang sangat mendesak ini”.

favorite 3 likes

question_answer 0 Updates

visibility 855 Views

Update
No Update Available
Related News
Kemanjuran dan keamanan vaksin buatan Tiongkok tak boleh dimungkiri
AS maling teriak maling?
Beberapa negara yang tuntut Tiongkok untuk ‘Terbuka’ malah batasi warga Tiongkok masuki wilayahnya
×