JAKARTA, 5 Mei 2021, Indonesia menduduki peringkat ke-40 (risiko tinggi) dari 181 negara paling rentan terhadap bencana (The World Risk Index, 2020). Gempa bumi, banjir, dan tanah longsor merupakan tiga bencana yang paling sering terjadi dan berpotensi mengakibatkan kerusakan terbesar pada aset fisik di Indonesia. Kerugian akibat bencana telah membuat Indonesia mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Selama periode 2000-2016, Indonesia telah menanggung rata-rata sebesar Rp22,8 triliun per tahun hanya untuk bencana alam maupun non alam (Kemenkeu, 2020).
LPEM FEB UI telah merilis infografis mengenai “Memetakan Risiko Iklim dan Bencana bagi Infrastruktur di Indonesia” pada sosial media LPEM FEB UI. Kondisi geologis dan perubahan iklim merupakan dua tren penting yang menjadi faktor penyebab bencana alam di Indonesia. Kondisi ini menyebabkan tingginya kerentanan Indonesia terhadap risiko dampak bencana alam dan perubahan iklim.
Untuk itu, pemetaan risiko iklim dan bencana bagi Infrastruktur di Indonesia semakin penting untuk dilakukan. Menurut Teuku Riefky, Peneliti dan Lead for Climate and Disaster Resilient Infrastructure Study LPEM FEB UI, pemetaan risiko iklim dan bencana perlu dilakukan untuk memberikan solusi yang paling efektif dan efisien serta dapat diimplementasikan dengan baik.
“Berbicara mengenai penyelesaian dan menekan risiko bencana, penting untuk merumuskan kebijakan dan implementasi dari sebuah tindakan yang sesuai dengan kebutuhan dari bencana tersebut. Banjir, misalnya, membutuhkan expertise, sumber daya, dan perencanaan yang sangat berbeda dengan bencana erupsi gunung berapi. Di sisi lain, sumber daya yang tersedia, baik dari sumber daya manusia, kapasitas institusi daerah, serta sumber daya finansial kita sangat terbatas. Melihat karakteristik Indonesia yang sangat beragam dari sisi lingkungan dan kondisi alam, serta paparan risiko terhadap bencana, maka pemetaan risiko iklim dan bencana menjadi krusial dalam rangka mitigasi dan penanganan bencana serta risiko perubahan iklim,” menurut Riefky.
Dalam hal ini, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah membangun dan menghitung Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI) sejak tahun 2009 untuk memahami kerentanan bencana di Indonesia. Indeks ini selalu diperbarui setiap dua tahun sekali mengingat dinamisnya indikator kerawanan yang diperhitungkan. Menurut Riefky, IRBI merupakan alat pengukuran untuk mencapai tujuan pemetaan risiko iklim dan bencana bagi Infrastruktur di Indonesia.
Manfaat dari perhitungan IRBI salah satunya adalah, di samping melakukan pemetaan secara komprehensif, adalah untuk membantu stakeholders terkait (pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat) untuk mengatur prioritas dalam merumuskan kebijakan terhadap ketahanan bencana. IRBI dapat menunjukkan daerah mana yang lebih rentan terhadap bencana ketimbang daerah lainnya. Hal ini penting untuk diketahui agar pemerintah dapat melakukan alokasi sumber daya secara efisien.
Lalu, bagaimana peran pemerintah lebih lanjut dalam meminimalkan kerugian akibat bencana alam dan perubahan iklim? Pada kedudukannya, pemerintah berperan vital dalam perencanaan untuk membuat tata ruang, strategi mitigasi dan penanganan, serta alokasi anggaran yang dapat meminimalkan kerugian.
Menurut Riefky, pemerintah pusat juga memiliki peran untuk mengatur koordinasi antar daerah agar segala yang dirumuskan dapat terkoordinasi secara baik dan tidak terjadi tumpang tindih. “Dari segi implementasi, kolaborasi antara pemerintah pusat dengan jajaran kementerian dan lembaganya, dengan pemerintah daerah juga sangat dibutuhkan untuk dapat melakukan eksekusi perencanaan secara apik dan kompeten,” ujar Riefky.