Kamis, 09 September 2021 13:41

Standar ganda ala AS rugikan dirinya sendiri dan dunia

Luar Negeri

Menjelang peringatan 20 tahun peristiwa “9.11”, AS mengakhiri perang Afghanistan dengan kegagalan total. Tepat pada tahap akhir penarikan tentara AS secara tergesa-gesa, ISIS-K terus melancarkan ledakan bom teror di Kabul, ibu kota Afghanistan. Lebih dari seratus orang termasuk 13 tentara AS tewas dalam serangan teror, menandai “perang anti teror” yang dilancarkan AS dan berlangsung selama 20 tahun di Afghanistan telah mengalami kegagalan.

Kini seluruh dunia bertanya, kenapa perang yang menghabiskan dana sebesar 2 triliun Dolar AS dan merenggut 20 ribu jiwa tentara AS tersebut berakhir dengan tentara AS yang lari kocar-kacir.

Menurut para analis, salah satu penyebab utamanya ialah AS selalu bertolak dari kepentingannya sendiri dalam masalah anti terorisme, dan selalu menerapkan standar yang berbeda atau sesuka hati ketika mengidentifikasi aksi teror. Standar ganda tersebut telah memberikan dukungan bagi perebakan terorisme.

Pada kenyataannya, di masa awal ketika mengirim tentaranya ke Afghanistan dan Irak, AS sudah menggabungkan aksi pemberantasan terorisme dengan upaya hegemonisnya bahkan tujuannya untuk menggulingkan pemerintahan negara lain. Pemberantasan terorisme yang palsu dari AS tersebut secara langsung meningkatkan konflik dan gejolak di negara dan kawasan terkait, sehingga kegiatan terorisme patah tumbuh hilang berganti.

Ada media yang mengungkapkan bahwa selama bertahun-tahun ini, AS bahkan memelihara “hubungan kerja sama” dengan sejumlah organisasi teror yang aktif di Suriah dan Irak, dan menyediakan bantuan militer kepada mereka. Maksudnya adalah untuk mencapai tujuan geopolitiknya di kawasan Timur Tengah.

Selain itu, usaha berbahaya lain yang dilakukan AS ialah mengkategorikan kubu antiterorisme dengan perbedaan ideologi dan mentalitas perang dingin, untuk memelihara hegemoninya. Dengan menerapkan standar ganda tersebut, tindakan AS tersebut telah memberikan semangat kepada kaum teroris dan mengakibatkan kerusakan serius terhadap kerja sama global.

Pada tahun-tahun belakangan ini, AS selalu sengaja menutup mata terhadap kejahatan yang dilakukan kaum teroris kekerasan di Tiongkok, dan malah menggunakan kedok “HAM” dan “agama” untuk memfitnah kebijakan Tiongkok tentang pemberantasan terorisme dan radikalisme di Xinjiang. Penerapan standar ganda yang berbasis tujuan egois politik tersebut secara serius menggoyahkan dasar kepercayaan yang sangat esensial bagi kerja sama mancanegara dalam pemberantasan terorisme, dan boleh dikatakan, hal itu juga menjadi bumerang bagi AS sendiri.

Terorisme adalah musuh bersama umat manusia. AS yang mengalami serangan “9.11” semestinya memiliki kesadaran yang mendalam terhadap bahaya terorisme, dan seharusnya lebih menyadari bahwa meningkatkan kepercayaan dan kohesi adalah jalan satu-satunya yang tepat dalam pemberantasan terorisme.

Dewasa ini, untuk menghadapi terorisme dan radikalisme, AS harus mengesampingkan standar gandanya, kalau tidak ia pasti akan mengalami kerugian yang lebih besar yang tidak hanya akan mencelakakan dirinya sendiri, tapi juga seluruh dunia.

favorite 0 likes

question_answer 0 Updates

visibility 475 Views

Update
No Update Available
Related News
Tiongkok percepat pembentukan Jaringan Transportasi Komprehensif Tiga Dimensi
Meningkatkan pelestarian bersama ekologi di Delta Sungai Yangtze
Anggota RCEP aktif berpartisipasi dalam CICPE
×