Senin, 25 November 2024 13:27

Solidaritas Global South: Peran strategis Tiongkok dan Indonesia dalam membangun tata kelola global yang inklusif

Luar Negeri

Dalam dinamika geopolitik dunia yang terus berkembang, negara-negara Global South, seperti Tiongkok dan Indonesia, memainkan peran penting dalam mendefinisikan ulang tata kelola global. Kehadiran mereka di platform multilateral seperti APEC dan G20 tidak hanya menggarisbawahi tekad untuk memperjuangkan tatanan dunia yang lebih adil dan inklusif, tetapi juga memperlihatkan potensi besar untuk memimpin reformasi global melalui kolaborasi strategis dan warisan sejarah seperti Semangat Bandung.

Kemitraan Strategis dalam Konteks Global South
Indonesia dan Tiongkok berbagi visi dan nilai sebagai negara berkembang besar yang memiliki pengaruh signifikan dalam Global South. Hubungan bilateral ini memasuki fase baru dengan kunjungan kenegaraan Presiden Prabowo Subianto ke Tiongkok pada November 2024, yang menegaskan pentingnya kerja sama strategis untuk menghadapi tantangan global.

Kolaborasi ini juga mencerminkan respons bersama terhadap tantangan multipolaritas dunia, dengan keduanya berperan sebagai penggerak solidaritas Global South. Dalam hal ini, Indonesia dan Tiongkok menunjukkan bagaimana kerja sama negara berkembang dapat melawan struktur global yang masih didominasi oleh Global North.
Indonesia menganut prinsip politik luar negeri yang Bebas dan Aktif.

Politik Bebas Aktif adalah suatu konsep diplomasi yang telah menjadi landasan kebijakan luar negeri Indonesia, sejak awal kemerdekaannya higga saat ini. Politik Bebas Aktif mengacu pada pendekatan diplomasi yang mendorong negara untuk menjaga kedaulatan, kebebasan, dan kepentingan nasionalnya dengan tetap menjalin kerja sama dan kemitraan dengan berbagai negara, tanpa mengambil sikap yang ekstrem atau mengikuti salah satu blok kekuatan.

Implementasi Politik Bebas Aktif melibatkan diplomasi bilateral dan multilateral yang aktif, penolakan terhadap intervensi asing, serta berperan dalam upaya perdamaian dan pengembangan global. Politik Bebas Aktif tetap menjadi prinsip yang relevan dalam dunia geopolitik yang terus berubah. Konsep ini memberikan fleksibilitas bagi negara untuk berinteraksi dengan berbagai pihak tanpa mengorbankan kemerdekaan dan integritas nasional. Dalam menghadapi tantangan global, implementasi Politik Bebas Aktif dapat berkontribusi pada perdamaian dan stabilitas dunia.

Sedangkan landasan filosofis kebijakan luar negeri China adalah Community of Common Shared Future for Humankind (CCD). Konsep ini telah menjadi pilar utama diplomasi China yang sering diutarakan oleh Presiden Xi Jinping di berbagai forum internasional. Konsep ini bertujuan menciptakan hubungan internasional yang lebih setara dan harmoni global, dengan membangun komunitas untuk masa depan bersama bagi seluruh umat manusia.

Dalam pandangan Xi Jinping, dunia saat ini sering kali dirundung oleh hegemonisme, supremasi, konflik, dan konfrontasi yang memperparah ketidakadilan global. Hubungan antar negara cenderung bersifat zero-sum game yang hanya mementingkan kepentingan masing-masing tanpa memedulikan kebutuhan dan aspirasi negara lain. Melalui CCD, China menawarkan pendekatan alternatif yang berlandaskan pada prinsip win-win solution, di mana kerja sama internasional diarahkan untuk menghasilkan manfaat bersama yang memenuhi ekspektasi semua pihak.

Peran Tiongkok dalam Reformasi Tata Kelola Global
Sebagai ekonomi terbesar di Global South, Tiongkok terus memperkuat posisinya di platform multilateral. Dalam pidatonya di G20 dan APEC, Presiden Xi Jinping menyoroti lima agenda utama reformasi tata kelola global: ekonomi, keuangan, perdagangan, digital, dan ekologi. Reformasi ini bertujuan untuk menciptakan tatanan dunia yang inklusif dan saling menguntungkan, tidak hanya untuk negara maju tetapi juga untuk negara berkembang.

Inisiatif seperti Belt and Road Initiative (BRI) memperkuat posisi Tiongkok sebagai katalisator pembangunan infrastruktur global. Kereta Cepat Jakarta-Bandung, misalnya, menjadi simbol keberhasilan kolaborasi antara Tiongkok dan Indonesia dalam mewujudkan konektivitas regional yang lebih baik.
Indonesia dan Warisan Semangat Bandung

Sebagai penggerak Konferensi Asia-Afrika 1955, Indonesia tetap mengedepankan prinsip-prinsip kesetaraan, non-intervensi, dan hidup berdampingan secara damai. Semangat Bandung menjadi dasar bagi pendekatan kebijakan luar negeri Indonesia, yang relevan dalam menghadapi tantangan global saat ini, seperti ketidaksetaraan ekonomi dan perubahan iklim.

Kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Tiongkok menandai penguatan hubungan bilateral melalui inisiatif seperti BRI dan kerja sama dalam pengembangan energi bersih. Namun, Indonesia tetap menghadapi tantangan seperti potensi jebakan utang, yang memerlukan transparansi dan tata kelola yang baik dalam pelaksanaan proyek-proyek strategis.

Kolaborasi untuk Melawan Warisan Neokolonialisme
Pendekatan postkolonialisme memberikan kerangka kritis untuk memahami bagaimana negara-negara Global South, termasuk Tiongkok dan Indonesia, berupaya melawan warisan kolonialisme yang masih mendominasi struktur global. Reformasi yang diusulkan Tiongkok di G20 dan dukungan Indonesia terhadap multilateralisme mencerminkan upaya untuk menciptakan narasi baru yang lebih inklusif dan adil.

Kerja sama antara kedua negara juga mencerminkan keberanian untuk menantang dominasi Global North dengan mempromosikan kemandirian ekonomi dan solidaritas politik. Hal ini terlihat dalam komitmen mereka untuk memperjuangkan solusi dua negara bagi Palestina dan peran aktif dalam mitigasi perubahan iklim.
Menjadikan Hubungan Sebagai Model Kemitraan Global South

Hubungan strategis antara Tiongkok dan Indonesia kini mencakup lima pilar utama: politik, ekonomi, budaya, maritim, dan keamanan. Dengan memperkuat kerja sama di berbagai bidang, kedua negara tidak hanya mempromosikan pembangunan yang inklusif tetapi juga menciptakan contoh kemitraan strategis yang dapat ditiru oleh negara berkembang lainnya.

Sebagai pemimpin Global South, Tiongkok dan Indonesia berkomitmen untuk membangun masa depan yang lebih inklusif melalui reformasi lembaga internasional, promosi nilai-nilai Asia, dan dukungan terhadap visi pembangunan seperti Indonesia Emas 2045.

Menuju Tata Kelola Global yang Inklusif
Tiongkok dan Indonesia berada di garis depan upaya untuk mengubah tatanan dunia yang tidak adil. Dengan memanfaatkan platform multilateral, memperkuat solidaritas Global South, dan membangun model pembangunan inklusif, kedua negara ini menawarkan visi baru untuk tata kelola global.

Namun, keberhasilan ini memerlukan pengelolaan yang cermat agar terhindar dari jebakan ketergantungan ekonomi dan tekanan geopolitik. Dalam era multipolar ini, multilateralisme dan Semangat Bandung tetap relevan sebagai panduan untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah dan berkeadilan bagi semua bangsa.
Penulis menilai pentingnya Tiongkok dan Indonesia melihat Global South sebagai aktor utama, bukan lagi sekadar pelengkap dalam sistem internasional, denganTiongkok dan Indonesia sebagai pemimpin dalam perjuangan menuju dunia yang lebih setara.

Kemudian, dengan Semangat Bandung dan reformasi multilateral yang dipimpin Tiongkok, kedua negara diharapkan terus memperkuat solidaritas Global South sebagai kekuatan utama dalam menghadapi tantangan global.

Dengan mengedepankan nilai-nilai inklusi, kerja sama, dan keadilan, Indonesia dan Tiongkok dapat menjadi pemimpin dalam perjuangan untuk menciptakan dunia yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan. Kolaborasi mereka adalah bukti nyata bahwa negara-negara berkembang memiliki potensi untuk mendefinisikan ulang tata kelola global demi masa depan yang lebih baik untuk seluruh umat manusia.

Selain itu, komitmen China untuk menciptakan dunia yang lebih damai, inklusif, dan sejahtera. Dengan mengintegrasikan filosofi tradisional China dan pemikiran modern, CCD menawarkan kerangka baru bagi tata kelola global yang melampaui pendekatan tradisional berbasis kekuatan dan dominasi.

China, melalui CCD, tidak hanya memperkuat perannya sebagai kekuatan global, tetapi juga menginspirasi komunitas internasional untuk bekerja sama membangun masa depan yang lebih baik bagi seluruh umat manusia. Dalam era yang semakin kompleks ini, visi CCD menjadi panduan penting untuk mewujudkan dunia yang lebih harmonis dan berkelanjutan.

Harryanto Aryodiguno, Ph.

favorite 0 likes

question_answer 0 Updates

visibility 142 Views

Update
No Update Available
Related News
Solidaritas Global South: Peran strategis Tiongkok dan Indonesia dalam membangun tata kelola global yang inklusif
“Kutipan uraian penting Xi Jinping mengenai tata kelola tentara sesuai hukum” dicetak dan didistribusikan ke seluruh tentara
Wang Yi paparkan hasil-hasil Presiden Xi Jinping selama lawatan APEC dan G20
×