Selasa, 04 Mei 2021 02:25

Focus Group Discussion Rembuk Nasional Transfer Anggaran berbasis Ekologi (EFT) di Indonesia

SDGs

JAKARTA, 29 April 2021 – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) bekerja sama dengan United States Agency for International Development Bangun Indonesia untuk Jaga Alam dan Keberlanjutan (USAID BIJAK) menyelenggarakan diskusi tentang implementasi dana transfer fiskal berbasis ekologis (Ecological Fiscal Transfer/EFT) di Indonesia dalam kegiatan “Rembuk Nasional Transfer Anggaran berbasis Ekologi (EFT) di Indonesia”. EFT berpotensi meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah untuk menurunkan risiko lingkungan dan bencana di wilayahnya.

Kegiatan ini membahas bagaimana potensi pengembangan EFT di Indonesia dan pentingnya komitmen dari berbagai pihak untuk mendorong EFT. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat narasi EFT yang lebih progresif baik ditingkat nasional maupun di daerah. Diskusi ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) kebijakan EFT dari perwakilan legislatif, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Civil Society Organization (CSO). Kegiatan ini merupakan puncak dari rangkaian kegiatan diskusi dengan perwakilan Anggota Komisi IV DPR yang menangani bidang pertanian, kelautan, dan lingkungan hidup dan kehutanan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah dan Penelitian dan Pengembangan (Bappeda dan Litbang) Provinsi Kalimantan Utara, Bappeda dan Litbang Provinsi Sulawesi Selatan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, The Asia Foundation, Forum Indonesia untuk Transparansi Provinsi Riau (FITRA Riau), dan Pusat Telaah Dan Informasi Regional (PATTIRO).

Acara dibuka oleh Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan dan sekaligus Ketua Tim Studi, Dr. Alin Halimatussadiah dan dilanjutkan dengan paparan hasil studi “Transfer Fiskal Berbasis Ekologi di Indonesia: Studi Kasus Provinsi Kalimantan Utara dan Sulawesi Selatan” oleh Dr. Khoirunurrofik yang juga menjabat sebagai Wakil Kepala LPEM FEB UI. Paparan diawali dengan mendiskusikan wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Daerah terhadap fungsi lingkungan yang membutuhkan dukungan pembiayaan usaha pelestarian lingkungan. “Salah satu bentuk dukungan fiskal yang dapat diberikan adalah melalui skema EFT terutama instrumen EFT incentive-based (berbasis kinerja), dimana pemerintah daerah akan mendapatkan sejumlah dana transfer atas pencapaian indikator lingkungannya.”, ujar Khoirunurrofik. Studi ini melakukan tinjauan terhadap dokumen perencanaan daerah observasi dan menyimpulkan bahwa penting bagi setiap daerah untuk memasukkan indikator lingkungan dan ketahanan bencana dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Indikator ini selanjutnya diturunkan menjadi strategi dan program, serta alokasi anggaran untuk pelaksanaan program. EFT menjadi opsi ketika daerah mengidentifikasi adanya kesenjangan pendanaan untuk mencapai tingkat indikator yang diharapkan.

Pada sesi tanggapan dari aktor kunci didapatkan beberapa pesan sebagai berikut.

1. Pemerintah Pusat (Kementerian Keuangan, KLHK, Kemendagri) menyambut baik inisiatif EFT oleh daerah untuk melengkapi transfer fiskal dari pusat yang sudah ada seperti Dana Alokasi Khusus-Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DAK-LHK), Dana Insentif Daerah (DID), Dana Bagi Hasil-Dana Reboisasi (DBH-DR), yang sudah diarahkan untuk pelestarian lingkungan, dan mendorong pengembangan instrumen EFT yang sudah ada dengan memperluas menu penggunaan ataupun pengembangan indikator lingkungan, seperti pada Dana Desa dan DID, serta optimalisasi penyerapan dana EFT, seperti pada DAK-LHK dan DBH-DR.

2. Selain itu, Pemerintah Pusat menyatakan pentingnya indikator lingkungan hidup (seperti Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH), tingkat kepatuhan usaha dalam izin lingkungan, dan indikator pengelolaan sampah kabupaten/kota) dimasukkan ke dalam dokumen perencanaan yang dirumuskan ke dalam rencana kerja (Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)) agar secara otomatis dapat dianggarkan.

3. Pemerintah Pusat juga menekankan pentingnya pemutakhiran pembagian tanggung jawab program pemerintah daerah berdasarkan tingkat administratif (provinsi, kabupaten/kota). Secara khusus, Pemerintah Pusat menganggap bahwa EFT dapat diwujudkan dalam berbagai inovasi terutama dalam desain indikator yang memperkuat isu lingkungan melalui kajian indikator lingkungan dalam RPJMD, melakukan budget tagging dan budget scoring lingkungan, serta menjadikan program lingkungan sebagai salah satu isu strategis baik pusat maupun daerah, sehingga tidak lagi ditemukan anomali bahwa daerah yang menjaga lingkungan kurang sejahtera. Oleh karenanya EFT menjadi salah satu instrumen insentif bagi daerah untuk menjaga lingkungan sekaligus meningkatkan kapasitas daerah. Namun demikian, Pemerintah Pusat juga melihat pentingnya sinergi antar stakeholder menjadi salah satu aspek penting dalam menjaga isu lingkungan di Indonesia.

4. Pemerintah Daerah, dalam hal ini Kalimantan Utara, baik Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten dan Kota, menyatakan memiliki komitmen kuat terkait lingkungan yang terlihat dari keberadaan program Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologi (TAPE), Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD-GRK), Program Kampung Ilkim (Proklim), dll. Oleh karenanya, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara telah menjadi pemerintah provinsi yang pertama melaksanankan TAPE dan mendorong pemerintah daerah lain untuk melaksanakan juga skema ini. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan juga menyatakan perlunya peningkatan upaya pengelolaan lingkungan dan usaha adpatasi dan mitigasi perubahan iklim dan Sulawesi Selatan sudah melakukan berbagai alokasi anggaran ke beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berkaitan dengan fungsi lingkungan hidup. Selain itu, provinsi tersebut sudah mewacanakan TAPE yang saat ini masih dalam proses penyusunan Peraturan Gubernur.

5. Dukungan dari CSO juga sangat kuat, mengingat masyarakat sipil sudah lama memulai gagasan memberikan insentif bagi daerah yg menjaga lingkungan, bahkan para CSO menyatakan sampai saat ini sudah mendampingi 39 pemerintah daerah untuk pengembangan TAPE atau Transfer Fiskal Kabupaten Berbasis Ekologi (TAKE) dimana 6 daerah sudah memiliki regulasi. Peran mereka antara lain menyiapkan panduan, pelatihan, dan memperkuat komitmen politik terkait lingkungan dari daerah di tempat yang belum melaksanakan TAPE dan TAKE. Peran CSO mendukung kegiatan ini untuk bersama-sama mempercepat scaling up EFT di Indonesia dan memperkuat sinergi dengan semua stakeholder dan mitra pembangunan. Selain itu, pihak CSO menekankan bahwa berdasarkan pengalaman mereka, EFT sangat tergantung kepada kemauan politik pemerintah daerah dan juga mengahadapi tantangan bagaimana isu lingkungan daerah diintegrasikan ke dalam RPJMD. Oleh karenanya, CSO juga mendorong reformasi skema belanja transfer sehingga EFT dapat dilembagakan di tingkat nasional dan memiliki payung peraturan dan berkesinambungan meskipun ada pergantian kepala daerah. Untuk itu diperlukan roadmap di tingkat lokal sehingga implementasi EFT jelas dan dapat diadopsi daerah lain.

Pada akhir diskusi, disampaikan beberapa poin hasil kesepakatan diskusi sebagai berikut: 1) Pemerintah daerah perlu menempatkan isu lingkungan hidup sebagai salah satu tujuan dan sasaran utama dalam pembangunan daerah dengan memasukkan indikator lingkungan ke dalam dokumen perencanaan; 2) Pemerintah daerah perlu menyusun roadmap jangka pendek, menengah maupun panjang pembiayaan lingkungan hidup, termasuk didalamnya EFT; 3) Climate Regional Budget Taggingmenjadi kunci utama dalam perencanaan serta evaluasi pelaksanaan pendanaan untuk lingkungan hidup serta menentukan celah untuk menerapkan EFT; 4) Pengembangan database indikator lingkungan sebagai basis evaluasiperformance-based EFT daerah; 5) Pembuatan payung hukum untuk skema anggaran TAPE, TAKE, dan Transfer Fiskal Nasional Berbasis Ekologi (TANE) untuk mengurangi risiko keberlanjutan pendanaan, menjaga harmonisasi transfer fiskal, dan menetapkan standar indikator kinerja; dan 6) Pentingnya kolaborasi antar pemangku kepentingan (antar kementerian, pemerintah pusat-daerah, universitas/lembaga riset, CSO) untuk mendorong implementasi EFT yang efektif dan berkesinambungan.

favorite 3 likes

question_answer 0 Updates

visibility 1053 Views

Update
No Update Available
Related News
G20 perlu bersinergi lebih lanjut dengan agenda SDGs 2030 untuk menghadapi tantangan di masa pandemi COVID-19
Focus Group Discussion Rembuk Nasional Transfer Anggaran berbasis Ekologi (EFT) di Indonesia
Skema baru dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diterbitkan Kemendikbud
×