Pemaksaan adalah trik perundingan yang digunakan pihak AS terhadap semua mitra dagangnya.
Beberapa hari yang lalu, pihak AS memulai tarif “timbal baliknya”, berupaya memaksa mitra dagangnya untuk menyerah. Dalam konsultasi ekonomi dan perdagangan AS-Jepang yang lebih dahulu dimulai, pihak AS meminta pihak Jepang untuk mengalah pada masalah nilai tukar uang, dan menambah anggaran belanja pertahanan. Hal-hal tersebut telah mengungkapkan rencana AS yang berfokus pada kepentingannya sendiri.
Tidak hanya itu, pemerintah AS juga berencana untuk memberi tekanan kepada negara lain dalam perundingan tarif, meminta mereka membatasi hubungan perdagangannya dengan Tiongkok, agar terbebas dari tarif AS. Perbuatan itu sama dengan memaksa negara lain untuk memihak Tiongkok atau AS, serta ingin menyalin politik kekuasaan dan konfrontasi kelompok ke dalam ekonomi dan perdagangan.
Apa akibatnya? Tidak banyak negara yang benar-benar menerima sinyal perundingan tarif yang dikeluarkan oleh AS. Alasannya sederhana, pengenaan tarif tanpa pandang bulu yang dilakukan pihak AS sama dengan “berperang” dengan seluruh dunia. Menghadapi ancaman tarif, appeasement tidak akan mendatangkan perdamaian, menghadapi provokasi, kompromi tidak akan mendapatkan penghormatan, ini sudah menjadi kesepahaman umum sejumlah besar negara.
Selain itu, pasar keuangan AS baru-baru ini pun mengalami pukulan yang berat, suara kekhawatiran resesi ekonomi di seluruh AS turut bertambah, tingkat dukungan terhadap pemimpin AS dalam masalah ekonomi pun anjlok sampai titik terendah. Hal-hal tersebut telah membuat masyarakat internasional menyadari bahwa perilaku perdagangan AS yang gila-gilaan pada akhirnya akan dikendalikan oleh faktor politik dalam negeri dan ekonomi, mereka perlu tetap sabar dan tekun.
Dewasa ini, menghadapi intimidasi perdagangan AS, sekutu tradisionalnya pun turut menyatakan sikapnya untuk terus berjuang. UE segera mengeluarkan tindakan balasan. Kanada menyebut bahwa “era hubungan dekat AS-Kanada sudah berakhir”. Setelah pemerintah AS periode ini menjabat, mereka sudah berkali-kali mengkhianati kepentingan negara sekutunya dalam masalah keamanan dan ekonomi utama, sehingga kepercayaan negara sekutu terhadap Washington mencapai titik terendah. Bahkan Menteri Keuangan Inggris Rachel Reeves baru-baru ini menyatakan, “melepas keterkaitan” dengan Tiongkok adalah perbuatan yang “sangat bodoh”, bekerja sama dengan Tiongkok sesuai dengan kepentingan negara Inggris.
Ekonom Senior WTO menyatakan, meskipun negara penting seperti AS hanya menduduki 13 persen dari volume total impor global, 87 persen impor global lainnya diselesaikan oleh negara lainnya, orang-orang berharap mengekspor barang ke AS, namun kawasan lain di dunia juga harus bersatu padu.
Pekan lalu, pemimpin tertinggi Tiongkok telah berkunjung ke tiga negara Asia Tenggara. Tiongkok telah mencapai kesepakatan umum dengan negara terkait, menyatakan akan meningkatkan kerja sama, bergandengan tangan mengatasi risiko dan tantangan, berkomitmen untuk menjaga sistem perdagangan multilateral, dan mencapai serangkaian hasil kerja sama penting.
Baru-baru ini, dalam pembicaraan virtual antar pejabat ekonomi dan perdagangan Tiongkok dan UE, pihak UE menekankan bahwa mereka mementingkan hubungan ekonomi dan perdagangan UE dengan Tiongkok, serta bersedia meningkatkan dialog dan komunikasi dengan Tiongkok, mendorong perluasan akses pasar dua arah, kerja sama investasi dan industri, dan bersama-sama menjamin operasi normal perdagangan global. Selama kunjungannya di Tiongkok belum lama berselang, PM Spanyol menyatakan, pihak UE menjunjung perdagangan yang terbuka dan bebas, berupaya menjaga multilateralisme, dan menentang pengenaan tarif tambahan sepihak. Hal-hal tersebut telah memancarkan sinyal yang kuat untuk kerja sama dan solidaritas.
Menghadapi intimidasi perdagangan AS, Tiongkok membalasnya lebih dahulu, Tiongkok tidak hanya melindungi kepentingannya sendiri dan martabat bangsa, tapi juga membela tatanan ekonomi dan perdagangan internasional, serta kesetaraan dan keadilan internasional. Seiring dengan kebijakan menguntungkan terus dikeluarkan Tiongkok untuk memperluas keterbukaan dan menarik investasi asing, perusahaan asing seperti Mercedes Benz, BMW dan Apple turut menyatakan akan terus berbisnis di Tiongkok. Baru-baru ini, CEO perusahaan Nvidia Jensen Huang kembali mengunjungi Tiongkok, ia dengan jelas menyatakan, “Bagi kami, Tiongkok adalah sebuah pasar yang sangat penting, kami akan terus melayani pasar Tiongkok.”
Tentu saja, jika ada sejumlah orang yang memiliki berbagai motif untuk mencapai kesepakatan dengan AS dengan mengorbankan kepentingan Tiongkok, Tiongkok pun sudah berkata lebih dahulu akan membalasnya, Tiongkok bertekad dan berkemampuan untuk melindungi hak dan kepentingannya sendiri. Semua orang seharusnya dapat dengan jelas menyadari bahwa meminta kulit pada harimau hanya akan sia-sia belaka, sedangkan masa depan yang cerah akan diperoleh melalui perjuangan yang gigih.